Ayat ini dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus, khususnya pasal 11, seringkali dibahas dalam konteks perjamuan kasih atau pertemuan ibadah jemaat. Dalam budaya Yunani kuno, seringkali ada kebiasaan di mana orang kaya membawa makanan mereka sendiri untuk perjamuan, sementara orang miskin tidak membawa apa-apa atau membawa makanan yang sedikit. Hal ini dapat menimbulkan perbedaan sosial yang mencolok dan rasa malu bagi mereka yang kurang beruntung.
Paulus dengan tegas menegur tindakan tersebut. Pertanyaannya yang retoris, "Apakah kamu tidak punya rumah untuk makan dan minum?" menyiratkan bahwa seharusnya rumah tangga pribadi adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar, bukan tempat ibadah yang seharusnya mencerminkan kesatuan dan kasih.
Lebih lanjut, Paulus menekankan bahwa sikap membeda-bedakan dan mengabaikan kebutuhan sesama di dalam perjamuan jemaat adalah tindakan yang memandang rendah jemaat Allah itu sendiri. Ini bukan hanya masalah etiket makan, tetapi juga masalah spiritual yang mendalam. Jemaat Allah seharusnya menjadi tempat di mana semua orang, tanpa memandang status sosial atau ekonomi, merasa diterima, dihormati, dan dilayani. Sebaliknya, perlakuan seperti itu justru mempermalukan orang-orang yang tidak memiliki.
Pesan dalam 1 Korintus 11:22 mengingatkan kita akan pentingnya memperlakukan sesama dengan kasih dan rasa hormat, terutama dalam komunitas iman. Perjamuan kasih atau pertemuan ibadah seharusnya menjadi momen untuk membangun kebersamaan, bukan untuk mempertontonkan perbedaan atau menciptakan rasa ketidakamanan.
Meskipun konteks perjamuan kasih di Korintus mungkin berbeda dengan praktik ibadah kita saat ini, prinsip dasarnya tetap relevan. Dalam setiap pertemuan gereja atau kegiatan komunitas, kita harus memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang merasa terpinggirkan atau dipermalukan karena kondisi mereka. Pertanyaan Paulus mengajarkan kita untuk refleksi: apakah kebutuhan dasar anggota jemaat kita sudah terpenuhi? Apakah kita menciptakan lingkungan yang inklusif dan penuh kasih?
Perbedaan ekonomi, latar belakang sosial, atau status bisa saja ada, tetapi itu tidak boleh menjadi alasan untuk memecah belah atau merendahkan orang lain. Sebaliknya, kita dipanggil untuk saling melayani, berbagi, dan memastikan bahwa setiap individu merasa dihargai sebagai bagian dari keluarga Allah. Menerapkan ajaran ini akan memperkuat kesaksian gereja dan memuliakan nama Tuhan.