1 Raja-raja 11:18 - Kisah Pelarian yang Tak Terduga

"Dan Yerobeam melarikan diri ke Mesir, dan tinggal di Mesir sampai kematian Salomo."
Menuju ke tempat yang aman
Ilustrasi pelarian Yerobeam menuju Mesir.

Kisah pelarian Yerobeam ke Mesir, seperti yang tercatat dalam 1 Raja-raja 11:18, merupakan momen krusial yang membentuk jalannya sejarah Israel. Ayat ini secara ringkas menyampaikan sebuah kejadian penting yang terjadi di tengah gejolak politik dan keagamaan pada masa pemerintahan Raja Salomo yang mulai goyah. Pelarian ini bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan penanda awal dari perpecahan kerajaan dan permulaan babak baru yang penuh tantangan bagi umat Israel.

Yerobeam bin Nebat adalah seorang hamba yang dipercaya oleh Raja Salomo, memegang tanggung jawab atas kerja paksa suku Yusuf. Namun, seperti yang sering terjadi dalam dinamika kekuasaan, ambisi dan ketidakpuasan dapat tumbuh, terutama ketika ada ketidakadilan atau perasaan diremehkan. Dalam konteks ini, Firman Tuhan menunjukkan bahwa Yerobeam memiliki potensi kepemimpinan yang besar, namun pada saat yang sama, ia juga menjadi target dari kekuatan yang lebih besar yang bekerja di balik layar.

Nabi Ahia dari Silo telah menubuatkan bahwa Tuhan akan merobek Kerajaan Israel dari tangan Salomo dan memberikannya kepada Yerobeam. Nubuat ini didasarkan pada dosa-dosa Salomo, khususnya penyembahan berhala yang dilakukannya akibat pengaruh istri-istrinya yang asing. Ketika Salomo mengetahui bahwa Yerobeam diperkirakan akan menjadi pemimpin masa depan, ia berusaha untuk membunuhnya. Inilah yang mendorong Yerobeam untuk melarikan diri ke Mesir.

Mesir, pada masa itu, adalah kekuatan besar di wilayah tersebut, dan menjadi tempat perlindungan yang relatif aman dari jangkauan Raja Salomo. Keberadaan Yerobeam di Mesir tidak hanya memberinya keselamatan fisik, tetapi juga memberinya waktu untuk merenungkan nasibnya dan mungkin juga membangun jaringan atau memahami lebih dalam tentang bagaimana sebuah kerajaan dikelola, meskipun bukan dari sudut pandang yang positif. Ayat tersebut menekankan bahwa ia tinggal di Mesir "sampai kematian Salomo," menunjukkan bahwa periode pengasingannya dibatasi oleh akhir dari pemerintahan raja yang mengancamnya.

Implikasi dari pelarian dan pengasingan Yerobeam ini sangatlah besar. Setelah kematian Salomo dan penolakan Rehoboam untuk meringankan beban kerja rakyat, suku-suku utara memisahkan diri dan mengangkat Yerobeam sebagai raja mereka. Ia kemudian menjadi raja dari Kerajaan Israel Utara, sebuah entitas yang terpisah dari Yehuda. Peristiwa ini menandai perpecahan Kerajaan Israel menjadi dua, sebuah konsekuensi tragis dari dosa dan ketidaksetiaan, serta kegagalan para pemimpin untuk mendengarkan suara rakyat dan tuntunan Tuhan.

Kisah Yerobeam di Mesir mengingatkan kita bahwa bahkan dalam situasi yang tampaknya terisolasi atau pelarian, Tuhan bekerja untuk menggenapi rencana-Nya. Periode pengasingan Yerobeam, meskipun lahir dari ancaman pembunuhan, menjadi waktu persiapan baginya untuk perannya di masa depan. Ini juga menjadi pengingat yang kuat tentang pentingnya integritas dalam kepemimpinan dan konsekuensi dari penyembahan berhala yang dapat merusak fondasi sebuah bangsa.