12:1

1 Raja-Raja 12:1 - Titik Balik Bangsa Israel

"Baiklah Rehabeam pergi ke Sikhem, sebab seluruh Israel telah datang ke Sikhem untuk menjadikannya raja."

Peristiwa di Sikhem: Pemicu Keterpecahan

Ayat pembuka dari pasal 12 Kitab 1 Raja-Raja ini menandai momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Setelah masa kejayaan di bawah pemerintahan Raja Daud dan kemudian Raja Salomo, bangsa itu kini berada di ambang perpecahan yang menyakitkan. Peristiwa yang terjadi di Sikhem bukan sekadar masalah suksesi biasa, melainkan puncak dari ketidakpuasan yang menumpuk di antara suku-suku Israel, khususnya yang berada di utara. Rehabeam, putra Salomo, seharusnya melanjutkan tampuk kepemimpinan dari ayahnya. Namun, kedatangannya ke Sikhem bukanlah untuk perayaan pelantikan yang mulus, melainkan untuk menghadapi tuntutan rakyat yang berat.

Ketidakpuasan rakyat berakar pada kebijakan Salomo yang membebani. Selama masa pemerintahannya, Salomo dikenal karena pembangunan megahnya, termasuk Bait Allah yang indah di Yerusalem. Namun, semua itu membutuhkan sumber daya yang besar, termasuk tenaga kerja paksa dan pajak yang tinggi. Suku-suku utara, yang tidak memiliki keterlibatan sebesar suku Yehuda dalam proyek-proyek pusat dan merasa lebih terbebani, mulai merasa ditinggalkan dan diperas. Mereka menginginkan keringanan, suatu tanda bahwa pemerintahan baru akan mendengarkan suara mereka dan meringankan beban mereka.

Dalam ayat ini, kita melihat bagaimana perwakilan dari seluruh Israel berkumpul di Sikhem. Ini menunjukkan keseriusan mereka dalam menyampaikan aspirasi. Kehadiran mereka di sana dengan niat untuk "menjadikannya raja" menyiratkan bahwa mereka masih bersedia mengakui Rehabeam sebagai pemimpin, tetapi dengan syarat. Mereka ingin Rehabeam mendengar keluhan mereka dan menawarkan solusi yang adil. Pilihan Sikhem sebagai tempat pertemuan juga signifikan; kota ini berada di pusat wilayah utara, menjadikannya lokasi strategis untuk membahas masalah yang melibatkan sebagian besar wilayah kerajaan.

Respons Rehabeam terhadap tuntutan rakyat inilah yang kemudian menjadi penentu nasib kerajaan. Alih-alih menunjukkan kebijaksanaan dan empati, Rehabeam justru terpengaruh oleh nasihat para penasihat mudanya yang lebih keras. Ia menolak permintaan rakyat untuk meringankan beban, bahkan mengancam akan membuat kuk mereka lebih berat. Sikap arogansi dan ketidakpedulian ini adalah katalisator yang tak terhindarkan. Suku-suku utara, merasa diabaikan dan tidak dihargai, memutuskan untuk memisahkan diri. Mereka mengangkat Yerobeam bin Nebat sebagai raja mereka sendiri, dan dengan demikian, Kerajaan Israel terpecah menjadi dua: Kerajaan Israel Utara (Sepuluh Suku) dan Kerajaan Yehuda Selatan (dua suku: Yehuda dan Benyamin, beserta para imam dan Lewi yang berpusat di Yerusalem).

Ayat 1 Raja-Raja 12:1 bukan hanya permulaan dari sebuah peristiwa bersejarah, tetapi juga sebuah pengingat akan pentingnya kepemimpinan yang bijaksana, mendengarkan suara rakyat, dan menyeimbangkan antara kemajuan dan kesejahteraan seluruh masyarakat. Keterpecahan ini akan membawa konsekuensi jangka panjang bagi bangsa Israel, menandai periode konflik internal dan kelemahan di hadapan bangsa-bangsa lain, sebuah pelajaran abadi tentang dampak dari keputusan kepemimpinan yang buruk.

!