Sebuah Titik Balik Krusial
Kisah perpecahan Kerajaan Israel menjadi dua bagian, yaitu Kerajaan Utara (Israel) dan Kerajaan Selatan (Yehuda), adalah salah satu momen paling dramatis dalam sejarah Alkitab. Ayat 1 Raja-Raja 12:12 menandai titik kritis dalam narasi ini, menunjukkan bagaimana keputusan seorang pemimpin dapat membentuk nasib jutaan orang.
Setelah kematian Salomo, umat Israel datang kepada Rehabeam, putranya, untuk meminta agar beban kerja yang berat dikurangi. Namun, alih-alih mendengarkan nasihat para tua-tua yang bijaksana, Rehabeam memilih untuk mendengarkan para pemuda seusianya yang menyarankan pendekatan yang lebih keras. Akibatnya, sepuluh suku Israel memberontak dan membentuk kerajaan terpisah di bawah kepemimpinan Yerobeam.
Ayat yang kita renungkan, "Lima hari kemudian, ketika perpecahan itu makin nyata, Yerobeam kembali ke Betel. Lalu ia mendirikan mezbah di sana," mengilustrasikan langkah cepat Yerobeam untuk mengukuhkan kekuasaannya. Betel, yang secara historis merupakan tempat penting dalam ibadah dan pertemuan dengan Allah, kini menjadi pusat perhatian Yerobeam dalam upayanya untuk mengalihkan perhatian rakyat dari Yerusalem, ibu kota Kerajaan Selatan.
Keputusan yang Memecah Belah
Keputusan Yerobeam untuk mendirikan mezbah di Betel bukan sekadar tindakan pembangunan fisik, melainkan sebuah manuver politik dan teologis yang sangat signifikan. Tujuannya adalah untuk mencegah rakyatnya pergi ke Yerusalem untuk beribadah di Bait Allah yang dibangun oleh Salomo. Dengan menciptakan pusat ibadah alternatif di Betel, Yerobeam berharap dapat mempertahankan kesetiaan politik rakyatnya dan menghindari pengaruh Raja Rehabeam.
Namun, tindakan ini juga merupakan langkah pertama Yerobeam dalam memperkenalkan praktik keagamaan yang menyimpang dari ajaran Allah. Ia mendirikan dua anak lembu emas, satu di Betel dan satu lagi di Dan, dan menyuruh rakyatnya untuk menyembah mereka. Perbuatan ini secara eksplisit melanggar perintah Allah yang melarang penyembahan berhala. Ini adalah awal dari kemurtadan yang akan menghantui Kerajaan Utara selama berabad-abad.
Peristiwa ini mengajarkan kita tentang pentingnya kesetiaan. Kesetiaan kepada Allah, kesetiaan kepada prinsip-prinsip kebenaran, dan kesetiaan kepada pemimpin yang mengayomi umat dengan bijaksana. Keputusan Yerobeam yang didorong oleh ambisi politik dan keinginan untuk memisahkan diri, pada akhirnya membawa kehancuran spiritual bagi bangsanya.
Implikasi Jangka Panjang
Perpecahan ini tidak hanya membagi bangsa secara politis, tetapi juga secara spiritual. Kerajaan Utara, yang dipimpin Yerobeam, terus-menerus berjuang dengan godaan penyembahan berhala dan penyimpangan dari hukum Allah. Meskipun ada periode pemulihan singkat, umumnya Kerajaan Utara menunjukkan tren penurunan spiritual yang signifikan.
Sebaliknya, Kerajaan Selatan, Yehuda, meskipun juga menghadapi tantangan, memiliki sejarah yang lebih stabil dalam hal ketaatan kepada Allah, berkat adanya Bait Allah di Yerusalem dan garis keturunan Daud. Namun, bahkan Yehuda pun tidak luput dari godaan dan kegagalan.
Kisah 1 Raja-Raja 12:12 dan peristiwa-peristiwa yang mengikutinya menjadi pengingat yang kuat tentang konsekuensi dari kepemimpinan yang egois dan keputusan yang bertentangan dengan kehendak ilahi. Ini menekankan bahwa kesetiaan sejati, baik individu maupun kolektif, harus selalu berakar pada iman dan ketaatan kepada Allah. Perpecahan ini menjadi pelajaran abadi tentang bagaimana integritas moral dan spiritual sangat penting untuk keberlangsungan dan kesejahteraan sebuah bangsa.