"Ketika seluruh orang Israel melihat, bahwa raja tidak mendengarkan mereka, maka rakyat itu menjawab raja dengan ucapan: "Ke bagian apa kami dengan Daud? Kami tidak punya warisan dalam keturunan Isai! Sekarangkepada kemahmu, hai orang Israel! Sekarang, uruslah rumahmu, hai Daud!" Lalu seluruh orang Israel pulang ke kemah mereka."
Ayat dari kitab 1 Raja-Raja pasal 12, ayat 16, ini merupakan momen krusial dalam sejarah bangsa Israel. Ayat ini mencatat titik balik yang tidak hanya mengakhiri persatuan kerajaan, tetapi juga menandai dimulainya perpecahan yang mendalam, yaitu antara Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Yehuda di Selatan. Kejadian ini berakar pada ketidakpuasan rakyat terhadap pemerintahan Rehabeam, putra Salomo, yang menggantikannya sebagai raja.
Setelah kematian Raja Salomo yang bijaksana namun membebani rakyat dengan pajak dan kerja paksa, umat Israel mengharapkan adanya keringanan di bawah pemerintahan putranya. Mereka datang kepada Rehabeam di Sikhem untuk menyampaikan keluhan dan permohonan mereka. Para tua-tua, yang telah melayani ayah Rehabeam, menyarankan agar raja bersikap ramah dan mendengar tuntutan rakyat. Mereka mengingatkan Rehabeam, "Jika pada hari ini engkau mau menjadi hamba rakyat ini dan melayani mereka, dan kalau engkau menjawab mereka dengan perkataan yang baik, maka mereka akan menjadi hamba-hambamu sepanjang waktu." (1 Raja-Raja 12:7).
Namun, alih-alih mendengarkan nasihat yang bijaksana, Rehabeam memilih untuk mendengarkan para pemuda yang tumbuh bersamanya. Mereka mendesaknya untuk menunjukkan ketegasan dan kekuasaan, serta mengancam akan membuat beban rakyat semakin berat. Nasihat yang kasar inilah yang akhirnya diambil oleh Rehabeam. Ia menjawab rakyat dengan sombong, "Ayahku memberi kamu pikulan berat, tetapi aku akan menambahnya lagi; ayahku mendisiplinkan kamu dengan cambuk, tetapi aku akan mendisiplinkan kamu dengan cemeti berkait!" (1 Raja-Raja 12:11).
Respons yang menindas ini memicu kemarahan dan kekecewaan besar di kalangan rakyat Israel. Kata-kata Rehabeam, yang diabaikannya dari hikmat dan justru memilih jalan otoriter, langsung memutus harapan mereka akan kebaikan. Ayat 16 menjadi puncak dari penolakan total ini. "Ketika seluruh orang Israel melihat, bahwa raja tidak mendengarkan mereka," reaksi mereka tidak lagi berupa protes, melainkan pemisahan diri.
Ungkapan "Ke bagian apa kami dengan Daud? Kami tidak punya warisan dalam keturunan Isai!" menandakan bahwa mereka tidak lagi menganggap diri mereka sebagai bagian dari kesatuan yang sama di bawah dinasti Daud. Mereka secara terang-terangan melepaskan diri dari Raja Rehabeam dan menolak segala klaim kekuasaannya atas mereka. Mereka menyatakan kemandirian mereka dengan seruan "Sekarang, uruslah rumahmu, hai Daud!" yang berarti urusan Anda adalah urusan Anda sendiri, sementara mereka akan mengurus urusan mereka sendiri. Akhirnya, "Lalu seluruh orang Israel pulang ke kemah mereka," sebuah gambaran metaforis dari kembalinya mereka ke tanah leluhur masing-masing sepuluh suku utara, dan membentuk kerajaan baru yang terpisah.
Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya kepemimpinan yang mendengarkan, bijaksana, dan peduli terhadap kebutuhan rakyat. Kesombongan dan penolakan untuk mendengar dapat memecah belah persatuan yang kuat, menciptakan luka sejarah yang mendalam, dan menimbulkan konsekuensi jangka panjang yang menghancurkan. Ayat 1 Raja-Raja 12:16 bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pengingat abadi tentang dampak dari sebuah keputusan yang tidak bijaksana dalam memimpin.