1 Raja-raja 13:33

"Meskipun telah terjadi hal ini, Yerobeam tidak berbalik dari jalannya yang jahat itu. Ia terus mengangkat orang dari rakyat jelata menjadi imam-imam bukit-bukit pengorbanan. Siapa saja yang mau, ia jadikan imam."
Iman yang Teguh
Simbol perenungan spiritual

Ayat 1 Raja-raja 13:33 menggambarkan sebuah ironi yang mendalam mengenai keteguhan hati seorang pemimpin dalam mempertahankan keyakinannya, meskipun keyakinan itu bertentangan dengan kebenaran ilahi. Yerobeam, raja dari Kerajaan Israel Utara, setelah mendirikan ibadah berhala di Betel dan Dan, menolak untuk kembali ke jalan Tuhan meskipun telah menyaksikan tanda-tanda ajaib dan peringatan keras dari seorang nabi.

Keteguhan yang Salah Arah

Kata "keteguhan" seringkali diasosiasikan dengan kualitas positif, seperti keberanian, konsistensi, dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Namun, dalam kasus Yerobeam, keteguhan ini diarahkan pada hal yang salah. Ia teguh dalam keyakinannya bahwa ibadah yang ia ciptakan akan mempertahankan kekuasaannya dan identitas kerajaannya, terpisah dari Yudea yang masih setia kepada Bait Allah di Yerusalem. Ia menolak untuk tunduk pada otoritas spiritual yang lebih tinggi, memilih jalannya sendiri yang menurutnya lebih praktis dan politis.

Konsekuensi dari Ibadah yang Menyimpang

Fakta bahwa Yerobeam "tidak berbalik dari jalannya yang jahat itu" dan bahkan "terus mengangkat orang dari rakyat jelata menjadi imam-imam bukit-bukit pengorbanan" menunjukkan betapa dalamnya kesesatan yang telah meresap. Tindakan ini tidak hanya melanggar perintah Tuhan secara langsung mengenai penyembahan berhala, tetapi juga merendahkan institusi keimaman yang seharusnya dijaga kesuciannya. Dengan memperbolehkan "siapa saja yang mau" menjadi imam, ia membuka pintu bagi praktik-praktik ibadah yang sembarangan, tidak kudus, dan terlepas dari tuntunan ilahi yang sebenarnya.

Pelajaran bagi Kita

Kisah ini memberikan pelajaran penting bagi kita hari ini. Pertama, penting untuk membedakan antara keteguhan yang saleh dan keteguhan yang keliru. Keteguhan yang saleh berakar pada kebenaran firman Tuhan dan senantiasa membuka diri terhadap perbaikan dan koreksi. Sebaliknya, keteguhan yang keliru seringkali bersifat keras kepala, egois, dan menolak kebenaran hanya karena sesuai dengan keinginan pribadi atau pandangan dunia.

Kedua, ayat ini mengingatkan kita akan bahaya dari membiarkan pengaruh duniawi atau pertimbangan politis mengaburkan prinsip-prinsip rohani. Keputusan Yerobeam didorong oleh kekhawatiran politik dan keinginan untuk membangun identitas nasional yang terpisah. Namun, tindakan tersebut justru membawa kerajaan itu pada kehancuran rohani dan akhirnya juga kehancuran politik.

Terakhir, kisah Yerobeam adalah panggilan untuk terus menerus memeriksa hati dan motivasi kita. Apakah kita teguh dalam iman kita, atau hanya keras kepala dalam kesalahan kita? Apakah kita mencari kebenaran, atau hanya memperkuat keyakinan kita sendiri? Firman Tuhan, seperti yang tercatat dalam 1 Raja-raja 13:33, menjadi cermin yang tajam untuk refleksi diri, membimbing kita menuju jalan kebenaran yang sejati.