1 Raja-raja 15:31 - Kehidupan Asal Usul Raja Israel

"Selanjutnya naiklah ia ke takhtanya, dan ketika ia duduk di takhtanya, ia menyalibkan orang yang telah membunuhnya." (1 Raja-raja 15:31)
Simbol mahkota dan pedang yang terjalin

Ayat 1 Raja-raja 15:31 yang berbunyi, "Selanjutnya naiklah ia ke takhtanya, dan ketika ia duduk di takhtanya, ia menyalibkan orang yang telah membunuhnya," memberikan gambaran yang ringkas namun kuat tentang bagaimana kekuasaan di Kerajaan Israel pada masa itu sering kali diraih dan dipertahankan melalui cara-cara yang brutal. Ayat ini merujuk pada Baesa bin Ahia, seorang raja dari suku Isakhar yang merebut takhta dari Nadab bin Yerobeam. Peristiwa ini bukan sekadar pergantian kekuasaan biasa, melainkan sebuah tindakan kudeta yang penuh kekerasan, sebagaimana yang sering terjadi dalam sejarah perebutan kekuasaan di kerajaan utara Israel.

Kudeta Berdarah dan Dampaknya

Nedab, raja Israel sebelum Baesa, memerintah hanya selama dua tahun. Masa pemerintahannya berakhir ketika Baesa, salah seorang panglima militernya, merencanakan pembunuhan terhadapnya saat Nadab sedang mengepung Gibeton. Tindakan Baesa ini mencerminkan ketidakstabilan politik yang kronis di Kerajaan Utara. Sejarah mencatat bahwa banyak raja Israel tidak memiliki garis keturunan yang jelas dan seringkali naik takhta melalui pembunuhan dan perebutan kekuasaan dari keluarga raja sebelumnya.

Ayat tersebut secara spesifik mengatakan bahwa Baesa "menyalibkan orang yang telah membunuhnya." Frasa "menyalibkan" di sini mungkin lebih merupakan ungkapan idiomatis yang menggambarkan pembalasan dendam yang kejam dan menyeluruh, bukan dalam arti harfiah penyaliban seperti yang dikenal di kemudian hari. Intinya, Baesa tidak hanya membunuh Nadab, tetapi juga memusnahkan seluruh keluarganya agar tidak ada lagi penerus yang dapat mengklaim takhta atau membalas dendam atas kematian Nadab. Praktik pemusnahan keluarga raja yang kalah adalah taktik umum untuk mengamankan kekuasaan dan mencegah pemberontakan di masa depan.

Konteks Sejarah dan Ketaatan Rohani

Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Asa di Yehuda. Alkitab secara konsisten mencatat bahwa raja-raja Israel yang naik takhta melalui kekerasan dan tidak setia kepada Tuhan seringkali membawa kesialan bagi kerajaan mereka. Baesa sendiri digambarkan dalam kitab 1 Raja-raja telah "berjalan di segala jalan Yerobeam" dan "membuat Israel berbuat dosa," yang berarti ia melanjutkan tradisi penyembahan berhala dan menjauhkan umat Israel dari ibadah kepada Yahweh. Tindakannya yang brutal untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan mencerminkan kondisi moral dan spiritual yang buruk di kerajaan itu.

Kitab 1 Raja-raja berfungsi sebagai catatan sejarah yang kritis, mengevaluasi kepemimpinan raja-raja Israel dan Yehuda berdasarkan kesetiaan mereka kepada perjanjian dengan Tuhan. Ayat 1 Raja-raja 15:31, meskipun singkat, menyoroti siklus kekerasan, ambisi tak terbatas, dan kegagalan spiritual yang menjadi ciri khas banyak raja di Kerajaan Utara. Ini adalah pengingat akan pentingnya keadilan, integritas, dan ketaatan kepada Tuhan dalam pemerintahan, karena tanpa itu, stabilitas dan kesejahteraan sebuah bangsa akan terancam oleh ambisi pribadi dan tindakan kekerasan.

Kisah Baesa dan kudetanya menjadi bagian dari narasi yang lebih besar tentang kehancuran Kerajaan Israel akibat dosa dan ketidaktaatan yang terus-menerus. Hal ini menekankan bahwa cara seseorang meraih kekuasaan seringkali mencerminkan karakter dan niatnya, dan bahwa pemerintahan yang didirikan di atas kekerasan cenderung berlanjut dalam ketidakadilan.