"Dan Yerobeam bin Nebat dilakukan olehnya kejahatan di hadapan TUHAN, dan ia hidup dalam dosa-dosa Yerobeam bin Nebat yang telah memisinakan Israel."
Kisah yang tercatat dalam 1 Raja-raja 16:31 merangkum sebuah catatan tragis tentang seorang raja bernama Yerobeam bin Nebat. Ayat ini bukan sekadar penyebutan nama, melainkan sebuah penanda kegagalan rohani yang berulang kali terjadi dalam sejarah Israel kuno. Pengulangan nama "Yerobeam bin Nebat" dalam ayat ini sangat krusial; ia menjadi semacam tolok ukur kejahatan dan pemberontakan terhadap Tuhan. Seolah-olah setiap generasi raja yang berbuat jahat harus dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan oleh Yerobeam bin Nebat.
Yerobeam bin Nebat, yang memerintah kerajaan utara Israel setelah perpecahan kerajaan, adalah tokoh sentral dalam penyimpangan agama. Ia mendirikan tempat-tempat penyembahan berhala, baik di Betel maupun di Dan, dan menempatkan patung anak lembu emas di sana. Tujuannya adalah untuk mencegah rakyatnya pergi ke Yerusalem untuk beribadah di Bait Suci yang masih dikuasai oleh kerajaan selatan Yehuda. Ini adalah langkah strategis yang didorong oleh ketakutan politik dan ambisi kekuasaan, namun mengorbankan kesetiaan rohani kepada satu-satunya Tuhan. Ia juga menetapkan hari raya yang tidak sesuai dengan ketetapan Tuhan dan mengangkat imam-imam dari kalangan rakyat jelata, bukan dari keturunan Lewi yang ditentukan.
Ayat 1 Raja-raja 16:31, ketika mengacu pada raja lain yang hidup dalam "dosa-dosa Yerobeam bin Nebat," menunjukkan bahwa kejahatan ini telah menjadi warisan yang buruk. Ini berarti raja yang dimaksud meneladani atau bahkan melampaui contoh buruk yang telah dibuat oleh Yerobeam. Alih-alih belajar dari kesalahan pendahulunya, ia justru mengulangi dan memperdalam jurang pemisahan dari Tuhan. Dampak dari tindakan semacam ini sangat merusak, tidak hanya bagi raja itu sendiri tetapi juga bagi seluruh bangsa. Ini mengundang murka Tuhan dan membawa kehancuran serta pembuangan bagi Israel.
Penekanan pada "kejahatan di hadapan TUHAN" menunjukkan bahwa standar penilaian di sini adalah hukum dan kehendak Ilahi, bukan norma-norma sosial atau politik pada masanya. Perbuatan Yerobeam dan mereka yang mengikutinya dianggap sebagai pelanggaran terhadap perjanjian suci antara Tuhan dan umat-Nya. Hal ini menggarisbawahi pentingnya ketaatan dan kesetiaan total kepada Tuhan dalam kehidupan seorang pemimpin dan bangsanya. Sejarah Israel penuh dengan siklus pemberontakan, hukuman, pertobatan, dan pemulihan. Namun, dosa-dosa yang berakar pada penyembahan berhala dan pengabaian hukum Tuhan, seperti yang dicontohkan oleh Yerobeam bin Nebat, seringkali menjadi penyebab utama malapetaka yang menimpa kerajaan utara.
Kisah ini berfungsi sebagai peringatan abadi tentang bahaya penyembahan berhala dan godaan untuk menempatkan kekuasaan, popularitas, atau kenyamanan duniawi di atas kesetiaan kepada Tuhan. Ia mengajarkan bahwa dosa yang diulang-ulang akan menciptakan pola destruktif yang sulit diputus, dan warisan kejahatan bisa sangat mematikan bagi generasi yang mengikutinya.