"Maka berfirmanlah TUHAN kepadanya: "Pergilah dari sini, menjauhlah ke timur dan bersembunyilah di tepi sungai Kerit yang di sebelah timur Yordan."
Representasi visual: Perintah Tuhan untuk Elia menuju Sungai Kerit.
Ayat1 Raja-Raja 17:3menandai sebuah titik balik krusial dalam narasi Alkitab, khususnya kisah Nabi Elia. Dalam konteks keruntuhan moral dan penyembahan berhala yang merajalela di Kerajaan Israel utara di bawah pemerintahan Raja Ahab dan Izebel, firman Tuhan yang ditujukan kepada Elia terdengar tegas dan langsung. Tuhan memerintahkan Elia untuk meninggalkan tempatnya saat ini dan pergi ke sebuah tempat perlindungan yang spesifik: tepi sungai Kerit yang terletak di sebelah timur Yordan.
Perintah ini bukan sekadar instruksi geografis, melainkan sebuah tindakan iman yang menuntut kepatuhan mutlak. Sungai Kerit, meskipun merupakan sumber air, adalah tempat terpencil yang jauh dari pusat kekuasaan dan keramaian kota. Ini menyiratkan bahwa Tuhan ingin mengasingkan Elia, tidak hanya secara fisik, tetapi juga untuk mempersiapkannya bagi tugas-tugas besar yang akan datang. Pengasingan ini adalah langkah pertama dalam rencana Tuhan untuk memulihkan umat-Nya dari penyembahan kepada Baal, dewa kesuburan yang sangat populer saat itu.
Tujuan Tuhan memindahkan Elia ke Sungai Kerit adalah multi-dimensi. Pertama, ini adalah tindakan perlindungan. Di tengah kemarahan Ahab dan para penyembah Baal, Elia menjadi sasaran utama. Sungai Kerit menawarkan tempat persembunyian yang aman, jauh dari jangkauan musuh-musuhnya. Kedua, ini adalah tempat di mana Tuhan dapat mendidik dan memperlengkapi Elia secara pribadi. Di sana, di kesunyian dan ketergantungan penuh pada pemeliharaan ilahi, Elia belajar lebih dalam tentang kekuatan dan kesetiaan Tuhan. Ia dikelilingi oleh alam, tempat di mana Tuhan sering kali memilih untuk berkomunikasi secara intim dengan umat-Nya.
Yang paling menakjubkan dari perintah ini adalah janji pemeliharaan yang menyertainya. Tuhan tidak hanya menyuruh Elia pergi, tetapi juga berjanji akan menyediakan kebutuhan dasarnya. Dalam ayat-ayat berikutnya (yang tidak termasuk dalam kutipan spesifik ini, tetapi merupakan kelanjutan logisnya), Tuhan berfirman bahwa burung-burung gagak akan memberi makan Elia dengan roti dan daging di tepi sungai itu. Ini adalah tanda yang luar biasa dari kuasa dan kepedulian Tuhan yang melampaui cara-cara alamiah manusia. Tuhan menggunakan elemen-elemen yang tidak terduga untuk menopang hamba-Nya, menunjukkan bahwa tidak ada batas bagi pemeliharaan-Nya.
Kisah Elia di Sungai Kerit mengajarkan kita beberapa pelajaran penting. Pertama,kepatuhan. Elia tidak bertanya, tidak ragu, tetapi segera taat kepada firman Tuhan. Kedua,kepercayaan. Ia harus percaya bahwa Tuhan yang memerintahkannya juga akan memeliharanya, bahkan di tempat yang tampaknya asing dan sulit. Ketiga,ketergantungan. Sungai Kerit menjadi tempat di mana Elia belajar untuk bergantung sepenuhnya pada Tuhan untuk setiap kebutuhan, baik fisik maupun spiritual. Narasi ini menekankan bahwa ketika Tuhan memanggil seseorang untuk melayani-Nya, Dia juga menyediakan segala yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas tersebut, seringkali melalui cara-cara yang tidak lazim dan luar biasa.
Lebih jauh lagi, 1 Raja-Raja 17:3 mengingatkan kita bahwa dalam masa-masa kekacauan rohani dan tantangan besar, Tuhan sering kali bekerja melalui pengasingan dan persiapan pribadi. Kehidupan Elia di Sungai Kerit adalah periode penting pembentukan karakternya sebelum ia menghadapi tantangan yang lebih besar di Gunung Karmel. Kisahnya adalah sumber penghiburan dan inspirasi, menunjukkan bahwa bahkan di tempat terpencil sekalipun, kehadiran dan pemeliharaan Tuhan selalu ada bagi mereka yang berserah kepada-Nya.