1 Raja-Raja 18:28 - Mukjizat dan Iman

"Mereka ini menjadi sangat marah, lalu, menurut kebiasaan mereka, mereka mencabuti diri mereka sendiri dengan pedang dan tombak, sampai darah merembes dari tubuh mereka."

Kisah yang tercatat dalam Kitab 1 Raja-Raja pasal 18 seringkali menjadi titik fokus pembicaraan tentang bagaimana iman dan mukjizat dapat bersinggungan. Peristiwa ini terjadi pada masa pemerintahan Raja Ahab di Israel, sebuah periode yang ditandai dengan penyembahan berhala yang meluas, terutama kepada Baal, yang dibawa oleh Izebel. Nabi Elia, seorang hamba Tuhan yang setia, berdiri sendiri melawan kekuatan yang begitu besar, menantang para nabi Baal untuk membuktikan siapa Tuhan yang sesungguhnya.

Adegan dramatis yang digambarkan dalam ayat 1 Raja-Raja 18:28 adalah gambaran kekecewaan dan keputusasaan yang mendalam dari para nabi Baal. Setelah berjam-jam berdoa, berteriak, menari, bahkan melukai diri mereka sendiri dengan berbagai alat tajam, termasuk pedang dan tombak, sebagai bentuk ibadah dan upaya untuk mendapatkan perhatian dewa mereka, tidak ada jawaban yang datang. Darah mengalir dari luka-luka mereka, namun Baal tetap diam.

Tindakan menyakiti diri sendiri ini, meskipun terdengar ekstrem bagi telinga modern, mencerminkan betapa seriusnya mereka menganggap kompetisi ini. Bagi mereka, kegagalan untuk mendapatkan respons dari dewa mereka adalah sebuah aib besar. Mereka percaya bahwa penderitaan fisik yang mereka alami akan memicu respons ilahi. Namun, realitasnya menunjukkan sebaliknya. Mereka hanya menyakiti diri mereka sendiri tanpa mendapatkan bukti apapun tentang kekuatan Baal.

Kontras dengan keputusasaan dan ritual yang menyakitkan dari para nabi Baal, momen ini menyiapkan panggung untuk intervensi ilahi yang luar biasa. Setelah para nabi Baal gagal total, Nabi Elia dengan tenang memanggil TUHAN. Ia tidak berteriak, tidak menari, dan tentu saja tidak melukai dirinya sendiri. Doanya singkat namun penuh keyakinan, memohon agar Tuhan menunjukkan kuasa-Nya dan menguatkan kembali iman bangsa Israel kepada-Nya.

Jawaban TUHAN datang dengan dahsyat. Api turun dari langit, melahap korban persembahan Elia, kayu bakar, debu, bahkan air yang ada di selokan. Peristiwa ini bukan sekadar demonstrasi kekuatan, tetapi sebuah penegasan bahwa hanya TUHAN yang adalah Allah yang benar. Keberanian Elia, imannya yang teguh, dan kemurnian hatinya dalam mencari kemuliaan Tuhan adalah kunci yang memungkinkan mukjizat ini terjadi. Ayat 1 Raja-Raja 18:28 menjadi pengingat kuat tentang perbedaan fundamental antara ibadah yang kosong dan sia-sia dengan iman yang hidup dan berakar pada kebenaran.

Kisah ini mengajarkan kita pentingnya mencari kebenaran yang sejati dan menolak segala bentuk penyembahan yang hanya membawa kesia-siaan. Iman yang benar tidak membutuhkan pembenaran melalui penderitaan fisik yang menyakitkan, melainkan melalui keyakinan pada janji-janji Tuhan dan penyerahan diri yang tulus. Kekuatan sejati hanya datang dari sumber ilahi yang mampu menghadirkan kehidupan dan harapan, bukan kehancuran.

Iman Sejati & Mukjizat 1 Raja-Raja 18:28
Simbolisme iman dan kemurnian ilahi.