Kisah yang tercatat dalam 1 Raja-Raja pasal 22 membawa kita pada sebuah momen krusial dalam sejarah Israel, khususnya di bawah pemerintahan Raja Ahab. Pasal ini menyoroti pergulatan antara kehendak manusia, ilusi kekuasaan, dan kebenaran ilahi yang seringkali diabaikan. Pertempuran melawan Ramot-Gilead menjadi latar belakang utama, di mana Raja Ahab dari Israel dan Raja Yosafat dari Yehuda bersatu untuk menghadapi Aram. Namun, sebelum melangkah ke medan juang, sebuah dilema rohani muncul: pertanyaan tentang apakah mereka harus maju menyerang atau mundur.
Di sinilah kita melihat dua pendekatan yang sangat berbeda dalam mencari petunjuk ilahi. Di satu sisi, Ahab mengumpulkan 400 nabi yang pada dasarnya adalah nabi istana, yang cenderung menyenangkan raja dan memberikan nubuat sesuai dengan keinginannya. Mereka semua mengatakan hal yang sama: maju dan menangkan pertempuran. Hal ini mencerminkan sebuah fenomena yang seringkali terjadi dalam sejarah, di mana kekuasaan cenderung mencari validasi dan dukungan dari mereka yang bersedia mengatakan apa yang ingin didengar, bukan kebenaran yang sesungguhnya.
Namun, di sisi lain, ada Nabi Mikha bin Yimla. Ia dipanggil kemudian, setelah yang lain sudah memberikan 'nubuat' mereka. Mikha memberikan pesan yang sangat berbeda. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Israel akan tercerai-berai, dan raja mereka tidak akan kembali dengan selamat. Nubuat ini tentu saja sangat tidak populer dan berbenturan langsung dengan keinginan Ahab. Bahkan, Mikha sendiri harus mengalami penganiayaan karena mengatakan kebenaran yang tidak diinginkan. Ini menjadi sebuah gambaran klasik tentang bagaimana kebenaran seringkali harus diperjuangkan, dan para nabi kebenaran seringkali harus menghadapi kesulitan.
Medan perang yang diselimuti ketidakpastian, di mana dua raja melangkah dengan nasib yang berbeda.
Kisah ini juga menunjukkan keputusan Ahab untuk menyamar di medan perang, sebuah upaya untuk menghindari nasib yang telah dinubuatkan. Ia ingin membiarkan Yosafat, raja Yehuda, memakai pakaian kebesaran, sementara ia sendiri bersembunyi. Namun, ironisnya, justru busur seorang prajurit Aram yang memanah sembarangan itulah yang mengenai celah di baju zirah Ahab, dan ia pun gugur dalam pertempuran. Pesan yang disampaikan sangat jelas: tidak ada yang bisa lari dari takdir ilahi jika mereka menolak kebenaran dan terus berjalan di jalan yang salah.
1 Raja-Raja 22 menjadi sebuah pengingat kuat bagi kita semua. Ia mengajarkan pentingnya mendengarkan suara kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer. Ia juga memperingatkan tentang bahaya mencari kepuasan diri semata dan mengabaikan suara nurani serta peringatan ilahi. Kebenaran, seperti yang disampaikan oleh Mikha, pada akhirnya akan terungkap, dan konsekuensinya akan mengikuti pilihan yang dibuat. Kisah ini tetap relevan, mengajarkan tentang kebijaksanaan dalam mengambil keputusan, integritas dalam menghadapi tantangan, dan keharusan untuk tunduk pada kebenaran yang lebih tinggi.
Sumber: Alkitab - Kitab 1 Raja-Raja