1 Raja-raja 22:21 - Nubuat Palsu dan Kebenaran Ilahi

"Lalu tampillah roh, berdiri di hadapan TUHAN, katanya: 'Aku akan membujuk Ahab, raja Israel, itu.'"

Kisah yang tercatat dalam 1 Raja-raja pasal 22 menggambarkan sebuah momen krusial dalam sejarah Israel, di mana kebenaran ilahi berhadapan dengan bisikan penyesat. Ayat 21 membuka tirai menuju sebuah pertemuan surgawi yang dramatis. Di hadapan hadirat Tuhan, muncullah sesosok roh yang mengajukan proposal licik: membujuk Ahab, raja Israel, untuk menempuh jalan yang salah. Ini bukanlah sebuah usulan yang datang dari sumber yang murni, melainkan dari kekuatan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan.

Pada masa itu, Raja Ahab sedang bersiap untuk sebuah pertempuran melawan Aram di Ramot-Gilead. Ia telah mengumpulkan para nabi, yang seluruhnya berjumlah empat ratus orang, untuk mendapatkan restu dan nubuat keberhasilan. Namun, nabi-nabi ini bukanlah penyampai pesan sejati dari Tuhan, melainkan para pendusta yang mencoba menyenangkan raja. Mereka menawarkan kata-kata manis, janji kemenangan, dan gambaran perang yang mulus. Ahab, yang cenderung mudah dipengaruhi dan terbiasa menerima pujian, tampaknya puas dengan respon para nabi ini.

Namun, di tengah kemeriahan nubuat palsu tersebut, Mikha bin Yimla menjadi suara kenabian yang berbeda. Ia dipanggil kemudian, dan meskipun ia pada awalnya menirukan nubuat nabi-nabi lain untuk menguji situasi, ia akhirnya menyampaikan pesan Tuhan yang sebenarnya: kehancuran dan kematian bagi Ahab di medan perang. Kebenaran yang diungkapkan Mikha sangat bertolak belakang dengan apa yang ingin didengar Ahab dan nabi-nabi lainnya.

Adegan dalam 1 Raja-raja 22:21 menyoroti sifat penipuan yang melekat pada roh-roh yang tidak berasal dari Tuhan. Roh ini tidak bertindak atas inisiatifnya sendiri, melainkan dengan izin atau dalam kerangka rencana Tuhan. Ini menunjukkan bahwa bahkan dalam sebuah "sidang" surgawi, terdapat pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, antara kebenaran dan kepalsuan. Roh yang berbicara ini memiliki motif yang jelas: menyesatkan Ahab, yang sudah cenderung kepada kejahatan. Tujuan akhirnya adalah membawa Ahab menuju kehancuran yang telah diprediksi oleh Tuhan.

Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita. Pertama, kita harus senantiasa waspada terhadap nubuat atau nasihat yang terdengar terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, terutama jika itu bertentangan dengan Firman Tuhan atau prinsip-prinsip kebenaran. Roh penyesat dapat menyamar, bahkan menggunakan bahasa yang terdengar rohani, namun motivasinya adalah untuk menjauhkan kita dari jalan Tuhan. Kedua, cerita ini mengingatkan kita akan pentingnya mencari kebenaran dari sumber yang otentik, yaitu Firman Tuhan dan mereka yang setia mengajarkannya. Seperti Mikha yang menjadi suara kebenaran di tengah lautan kepalsuan, kita dipanggil untuk mencari dan memegang teguh kebenaran, bahkan ketika itu sulit atau tidak populer. Ketiga, kisah ini juga menunjukkan bahwa Tuhan memiliki kedaulatan atas segala sesuatu, termasuk pada roh-roh yang beroperasi di dunia ini. Namun, kedaulatan-Nya tidak pernah mengorbankan kebebasan manusia untuk memilih. Ahab memilih untuk mendengarkan bisikan penyesat daripada firman Tuhan, dan ia menuai konsekuensinya.

Oleh karena itu, kita perlu terus menerus menguji setiap perkataan dan ajaran dengan terang Firman Tuhan, berdoa memohon hikmat ilahi agar kita dapat membedakan antara suara Tuhan yang benar dan suara penyesat yang licik. Kebenaran selalu memiliki nilai, meskipun terkadang ia datang dengan harga yang mahal.