"TUHAN telah menaruh dusta ke dalam mulut semua nabi-nabi-Mu ini, tetapi TUHAN telah memutuskan malapetaka ini atasmu."
Kisah ini berasal dari Kitab 1 Raja-Raja, pasal 22, yang mencatat sebuah peristiwa krusial dalam sejarah Israel. Ayub yang dikutip di atas menggambarkan sebuah momen di mana kebenaran ilahi dan manipulasi kebohongan beradu. Dalam konteks ini, Raja Ahab dari Israel sedang mempertimbangkan untuk berperang melawan Aram, dan ia meminta nasihat dari para nabinya.
Para nabi yang ada di sekitar Ahab, yang tampaknya mencari muka dan ingin menyenangkan raja, semuanya memberikan prediksi yang sama: raja akan menang. Mereka mengucapkan kata-kata yang membangkitkan semangat Ahab, mengindikasikan bahwa Tuhan akan memberikan kemenangan di tangannya. Namun, ada satu nabi, Mikha bin Yimla, yang memberikan nubuat yang sangat berbeda. Mikha adalah seorang nabi yang setia kepada Tuhan, meskipun seringkali pesannya tidak populer.
Ketika ditanya oleh Ahab, Mikha pertama-tama memberikan jawaban yang sarkastis, menyamakan para nabi lain dengan domba yang digembalakan. Ahab, yang geram dengan jawaban ini, memaksanya untuk mengatakan kebenaran. Akhirnya, Mikha menyampaikan firman Tuhan yang sebenarnya. Ia melihat dalam penglihatan ilahi bahwa Tuhan mengizinkan "roh pendusta" untuk masuk ke dalam para nabi Ahab.
Ayat 22, "TUHAN telah menaruh dusta ke dalam mulut semua nabi-nabi-Mu ini, tetapi TUHAN telah memutuskan malapetaka ini atasmu," adalah inti dari pesan Mikha. Ini bukan berarti Tuhan secara aktif menciptakan kebohongan dari ketiadaan, tetapi lebih kepada Tuhan mengizinkan kekuatan kebohongan untuk bekerja pada mereka yang sudah condong pada kejahatan dan kesesatan. Para nabi itu sendiri telah memilih untuk tidak mendengarkan suara Tuhan yang sejati, dan kini Tuhan menggunakan situasi tersebut untuk membawa keadilan atas ketidaktaatan Ahab.
Kisah ini memiliki relevansi yang mendalam bagi kita hari ini. Ia mengingatkan kita akan pentingnya mencari kebenaran sejati, terutama dalam hal-hal spiritual. Kita harus waspada terhadap nasihat yang terdengar manis namun tidak berasal dari sumber yang benar. Seringkali, orang lebih suka mendengar apa yang ingin mereka dengar, bahkan jika itu adalah dusta, daripada kebenaran yang mungkin menyakitkan atau menantang.
Kisah 1 Raja-Raja 22:22 juga menunjukkan bahwa tindakan dan pilihan kita memiliki konsekuensi. Para nabi yang berbohong memilih jalan yang salah, dan konsekuensinya adalah membawa raja menuju kehancuran. Ahab, dengan mengabaikan nabi yang benar dan mendengarkan para pembohong, akhirnya menghadapi malapetaka yang telah dinubuatkan. Ini adalah pengingat yang kuat bahwa kita harus memeriksa sumber informasi kita, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam keyakinan rohani kita, dan selalu berusaha untuk mengikuti jalan kebenaran yang telah ditetapkan oleh Tuhan.