Kisah Rasul 26:11 - Paulus di Hadapan Raja Agripa

"Dan dalam setiap rumah ibadat aku berulang kali menyiksa mereka dan memaksanya untuk murtad, dan dalam kemarahan besar terhadap mereka, aku menganiaya mereka sampai ke kota-kota asing."
Simbol Keadilan dan Perdebatan

Kisah Rasul 26:11 membawa kita pada salah satu momen paling dramatis dalam pelayanan Rasul Paulus. Ayat ini diambil dari kesaksian Paulus sendiri di hadapan Raja Agripa II dan para pejabat Romawi di Kaisarea. Dalam pidatonya yang panjang dan penuh semangat, Paulus menceritakan kembali perjalanan hidupnya, mulai dari latar belakangnya sebagai seorang Farisi yang taat, hingga pertemuannya yang mengubah hidup dengan Yesus Kristus di jalan menuju Damaskus. Ayat ini secara spesifik menyoroti periode sebelum pertobatannya, sebuah masa di mana ia adalah seorang penganiaya yang gigih terhadap pengikut Kristus.

Ketika Paulus mengatakan, "aku berulang kali menyiksa mereka dan memaksanya untuk murtad," ia menggambarkan intensitas dan kebencian yang ia rasakan terhadap gerakan Kristen yang baru lahir. Bagi Paulus, pengikut Yesus adalah sekte sesat yang mengancam tradisi Yahudi yang ia junjung tinggi. Ia merasa punya kewajiban untuk membasmi ajaran ini secepat mungkin. Tindakannya tidak terbatas pada Yerusalem saja; ia bahkan "menganiaya mereka sampai ke kota-kota asing," menunjukkan determinasi dan jangkauan penganiayaannya yang melampaui batas-batas geografis.

Kisah ini memberikan kontras yang tajam dengan Paulus yang kita kenal kemudian: seorang rasul yang setia, misionaris yang tak kenal lelah, dan penulis surat-surat yang membentuk sebagian besar Perjanjian Baru. Pertobatan Paulus di jalan menuju Damaskus adalah titik balik yang monumental. Peristiwa itu tidak hanya menghentikan penganiayaannya, tetapi juga mengubahnya menjadi pembela terdepan Kekristenan. Ia yang tadinya berusaha "memaksanya untuk murtad," kini justru mengabdikan hidupnya untuk membawa kabar baik Injil kepada bangsa-bangsa lain, termasuk bangsa non-Yahudi.

Di hadapan Raja Agripa, Paulus ingin menunjukkan bahwa perubahannya bukanlah hasil dari kebohongan atau kegilaan. Ia berusaha menjelaskan bagaimana pengalamannya dengan Kristus yang bangkit meyakinkannya akan kebenaran Injil. Ia ingin Agripa, seorang raja yang memahami hukum Yahudi, melihat bahwa apa yang dipercayainya dan ajarkannya berakar pada nubuat-nubuat Perjanjian Lama. Pengakuan Paulus tentang masa lalunya sebagai penganiaya justru menjadi bukti kekuatan transformatif Injil. Ia tidak menyembunyikan kesalahan masa lalunya, melainkan menjadikannya sebagai bagian dari kesaksiannya.

Kisah Rasul 26:11, dalam konteks kesaksian Paulus, mengingatkan kita akan beberapa hal penting. Pertama, bahwa Allah sanggup mengubah orang yang paling keras hati sekalipun. Kehidupan Paulus adalah bukti hidup dari kuasa penebusan Allah. Kedua, pentingnya mengakui sejarah pribadi, bahkan bagian yang kelam, untuk memahami bagaimana kita sampai pada posisi kita saat ini. Paulus tidak malu mengakui bahwa ia dulunya adalah penganiaya. Ketiga, kesaksian yang jujur, yang mencakup perjuangan dan perubahan, dapat sangat kuat dalam meyakinkan orang lain. Melalui kisah rasul Paulus, kita diingatkan akan harapan dan kemungkinan perubahan yang luar biasa melalui iman kepada Kristus.