1 Raja-Raja 8:17 - Iman dan Kasihallah

"Pada waktu itu Daud, ayahku, bermaksud mendirikan sebuah rumah bagi nama TUHAN, Allah Israel."

Kutipan dari kitab 1 Raja-Raja 8:17 ini membawa kita pada momen penting dalam sejarah Israel, sebuah momen yang sarat dengan makna iman, dedikasi, dan kesinambungan spiritual. Ayat ini berbicara tentang kerinduan mendalam yang dimiliki oleh Raja Daud, seorang tokoh sentral dalam sejarah keagamaan Israel, untuk membangun sebuah tempat yang layak bagi kemuliaan nama TUHAN, Allah Israel. Meskipun Daud sendiri tidak berhasil mewujudkan pembangunan Bait Suci tersebut, gagasannya dan niat hatinya menjadi fondasi bagi penerusnya, yaitu Raja Salomo.

Niat Daud ini bukan sekadar keinginan seorang raja untuk menorehkan jejak sejarah melalui bangunan megah. Lebih dari itu, ini adalah ekspresi dari iman yang mendalam dan pengakuan akan kedaulatan Allah atas umat-Nya. Daud, setelah melalui berbagai peperangan dan memimpin Israel menuju masa keemasan, menyadari bahwa Allah layak mendapatkan tempat yang istimewa, tempat di mana umat-Nya dapat berkumpul, beribadah, dan merasakan hadirat-Nya. Keinginan ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya ibadah terpusat dan pengabdian total kepada Allah.

Ayat ini juga menyoroti sebuah prinsip penting dalam hubungan manusia dengan Tuhan: prioritas. Daud, meskipun adalah raja yang memerintah sebuah kerajaan, menempatkan pembangunan rumah bagi Tuhan di atas segala urusan keduniawian lainnya. Ini adalah sebuah teladan yang kuat bagi setiap individu, menunjukkan bahwa dalam kehidupan kita, ada hal-hal yang harus diprioritaskan, dan pengabdian kepada Sang Pencipta seharusnya menjadi salah satunya. Niat Daud ini menjadi warisan spiritual yang berharga, sebuah pengingat bahwa apa yang kita cita-citakan dan rencanakan sebaiknya selalu berakar pada iman dan ketaatan kepada Tuhan.

Lebih jauh lagi, kita dapat merenungkan arti "nama TUHAN". Membangun rumah bagi nama Tuhan berarti membangun tempat yang akan menguduskan nama-Nya, tempat di mana kebesaran, kekudusan, dan kuasa-Nya akan diakui dan dimuliakan. Ini adalah tentang mengagungkan Allah dalam segala aspek kehidupan kita, bukan hanya melalui bangunan fisik, tetapi juga melalui cara hidup kita sehari-hari. Niat Daud ini menginspirasi kita untuk tidak hanya berpikir tentang "memberi" kepada Tuhan, tetapi juga "mengagungkan" nama-Nya di tengah-tengah dunia.

Kisah Daud yang berniat membangun Bait Suci ini juga mengajarkan kita tentang kesabaran dan proses. Tidak semua rencana ilahi terwujud dalam waktu singkat atau melalui tangan orang yang merancangnya. Daud menabur benih niat baik, dan Salomo, putranya, yang menuai buahnya. Ini mengingatkan kita bahwa Tuhan bekerja melalui berbagai generasi dan berbagai cara untuk mewujudkan kehendak-Nya. Yang terpenting adalah memiliki hati yang mau mengabdi dan bertekad untuk melakukan yang terbaik bagi kemuliaan nama-Nya, terlepas dari apakah kita melihat hasil akhirnya atau tidak.

Dalam konteks kekinian, kutipan ini tetap relevan. Bagaimana kita, sebagai individu, sebagai keluarga, atau sebagai komunitas, sedang "membangun rumah bagi nama Tuhan" dalam kehidupan kita? Apakah prioritas kita mencerminkan iman kita? Apakah tindakan kita mengagungkan nama-Nya? 1 Raja-Raja 8:17 adalah panggilan untuk merenungkan kembali komitmen kita kepada Tuhan dan untuk terus berusaha menjadikan kehidupan kita sebagai tempat kediaman yang menyenangkan bagi-Nya.

TUHAN Di Hatiku