1 Raja-raja 8:62

"Kemudian raja, bersama seluruh orang Israel yang menyertainya, mempersembahkan korban sembelihan di hadapan TUHAN."

Ayat 1 Raja-raja 8:62 membawa kita pada momen penting dalam sejarah Israel, yaitu ketika Raja Salomo dan seluruh umat Israel merayakan dan menguduskan Rumah TUHAN yang baru selesai dibangun. Peristiwa ini bukan sekadar seremoni biasa, melainkan puncak dari pekerjaan besar yang telah dilakukan, sebuah manifestasi nyata dari kesetiaan dan penyembahan umat kepada Allah. Kata kunci "1 raja raja 8 62" menggarisbawahi momen khidmat ini, di mana kebersamaan dan persembahan menjadi elemen sentral.

Setelah bertahun-tahun bekerja keras, menata dan memperindah Bait Suci dengan kemegahan yang tak tertandingi, tibalah saatnya untuk secara resmi menyerahkannya kepada TUHAN. Persembahan korban sembelihan yang disebutkan dalam ayat ini adalah ekspresi ketaatan, rasa syukur, dan pengakuan atas kedaulatan Allah. Ini bukan hanya tentang persembahan fisik, tetapi juga persembahan hati yang tulus dari seluruh bangsa. Kebersamaan yang digambarkan, "raja, bersama seluruh orang Israel," menekankan bahwa penyembahan yang benar melibatkan seluruh komunitas, bukan hanya pemimpin.

Simbol persembahan dan kesucian hati.

Tindakan mempersembahkan korban ini juga memiliki makna teologis yang mendalam. Dalam tradisi Perjanjian Lama, korban sembelihan berfungsi sebagai penebus dosa dan pengingat akan kebutuhan manusia akan pengampunan ilahi. Dengan mempersembahkan korban, Israel mengakui dosa-dosa mereka dan beriman pada belas kasihan Allah. Ayat 1 Raja-raja 8:62 menegaskan bahwa seluruh bangsa, mulai dari raja hingga rakyat jelata, bersatu dalam pengakuan dosa dan kerinduan akan pemulihan hubungan dengan Tuhan.

Konteks dari 1 Raja-raja 8:62 terkait erat dengan doa penyerahan Bait Suci yang panjang oleh Salomo. Dalam doa tersebut, Salomo memohon agar Allah mendengarkan doa orang-orang yang berseru kepada-Nya, baik di dalam maupun di luar Bait Suci. Persembahan korban ini adalah tindakan nyata yang melengkapi doa tersebut, menunjukkan kesungguhan hati Israel dalam menyembah dan mencari hadirat Tuhan. Ini mengajarkan kita bahwa ibadah yang sejati tidak hanya terdiri dari kata-kata pujian dan doa, tetapi juga tindakan nyata yang memuliakan Tuhan.

Kisah ini memberikan pelajaran berharga bagi kita di masa kini. Meskipun kita tidak lagi mempersembahkan korban binatang seperti dalam Perjanjian Lama, semangat persembahan dan penyembahan yang tulus tetap relevan. Kita dipanggil untuk mempersembahkan hidup kita sebagai korban yang hidup, kudus, dan berkenan kepada Allah (Roma 12:1). "1 raja raja 8 62" mengingatkan kita akan pentingnya kebersamaan dalam ibadah, rasa syukur atas berkat-berkat Tuhan, dan kerendahan hati untuk mengakui kebutuhan kita akan pengampunan dan bimbingan-Nya. Kebesaran Bait Suci yang dibangun Salomo menjadi lambang kehadiran Allah, namun kehadiran-Nya jauh lebih penting daripada bangunan fisik. Persembahan hati yang murni adalah kunci utama dalam relasi kita dengan Sang Pencipta.