"Dan Daud berseru kepada TUHAN, katanya: ‘Hendaklah mereka jangan berkelahi menghadapi aku, tetapi kalau Engkau menyetujui orang Filistin dikalahkan oleh tanganku, maka Engkau akan menunjukkannya kepadaku.’"
Kisah yang tercatat dalam 1 Tawarikh 14:12 menawarkan sebuah perspektif yang mendalam tentang bagaimana seorang pemimpin, bahkan seorang raja seperti Daud, menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian dan potensi kegagalan. Dalam ayat ini, Daud tidak bertindak semata-mata berdasarkan kekuatan militernya atau strateginya, melainkan ia terlebih dahulu mencari bimbingan dan persetujuan dari Tuhan.
Situasi yang dihadapi Daud bukanlah hal sepele. Sebagai seorang raja, ia memimpin rakyatnya dalam pertempuran. Kemenangan berarti kemakmuran dan keamanan, sementara kekalahan bisa berarti malapetaka besar. Di tengah realitas yang penuh risiko ini, Daud memilih untuk berserah. Panggilannya kepada Tuhan adalah sebuah pengakuan atas keterbatasannya sebagai manusia dan keyakinannya bahwa kemenangan sejati berasal dari Tuhan.
Frasa "Hendaklah mereka jangan berkelahi menghadapi aku, tetapi kalau Engkau menyetujui orang Filistin dikalahkan oleh tanganku, maka Engkau akan menunjukkannya kepadaku" menunjukkan sebuah doa yang sangat spesifik. Daud tidak hanya meminta kemenangan secara umum, tetapi ia meminta tanda, sebuah konfirmasi ilahi tentang kehendak Tuhan. Ia ingin tahu apakah ia harus maju berperang, dan apakah kemenangan akan diberikan oleh Tuhan.
Ayat ini mengajarkan kita bahwa menghadapi tantangan, terutama yang melibatkan risiko besar, membutuhkan lebih dari sekadar keberanian fisik. Ia menyoroti pentingnya iman dan penyerahan diri kepada kehendak Tuhan. Daud memahami bahwa kekuatan manusia bisa saja terbatas, tetapi kekuatan Tuhan tidak mengenal batas.
Dalam konteks kehidupan modern, kita mungkin tidak secara harfiah berperang melawan bangsa lain. Namun, kita semua menghadapi pertempuran pribadi: tantangan karier, masalah keluarga, ujian kesehatan, atau keputusan-keputusan sulit yang dapat membentuk masa depan kita. Sama seperti Daud, kita dipanggil untuk tidak hanya mengandalkan kemampuan sendiri, tetapi untuk mencari hikmat dan arahan dari sumber yang lebih tinggi.
Doa Daud adalah contoh bagaimana kita dapat membawa kekhawatiran dan ketidakpastian kita kepada Tuhan. Ia meminta tanda, sebuah cara untuk memastikan bahwa langkah yang diambil selaras dengan rencana ilahi. Hal ini mengajarkan kita untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan besar, melainkan meluangkan waktu untuk berdoa, merenung, dan mencari petunjuk.
Lebih lanjut, ayat ini menegaskan bahwa Tuhan tertarik pada detail kehidupan kita. Daud tidak malu untuk meminta panduan dalam masalah peperangan. Ini menunjukkan bahwa Tuhan peduli terhadap segala aspek kehidupan umat-Nya, termasuk keputusan-keputusan yang tampaknya duniawi namun memiliki dampak spiritual yang signifikan. Kepercayaan Daud kepada Tuhan membuahkan hasil, karena dalam ayat-ayat selanjutnya, Tuhan memang memberikan tanda dan kemenangan kepadanya.
Oleh karena itu, 1 Tawarikh 14:12 bukan hanya sekadar catatan sejarah, melainkan sebuah pengingat abadi. Ia mengajak kita untuk mendekati setiap situasi dengan hati yang berserah, mengakui bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan dan hikmat yang sesungguhnya. Dengan mencari persetujuan-Nya, seperti yang dilakukan Daud, kita dapat melangkah maju dengan keyakinan, mengetahui bahwa kita tidak sendirian dalam menghadapi tantangan hidup.