"Biarlah pohon-pohon di hutan bersorak-sorai, dan bersama-sama berseru memuji TUHAN, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi."
Ayat 1 Tawarikh 16:33 adalah seruan yang kuat kepada seluruh ciptaan untuk bersukacita dan memuji Tuhan. Ayat ini menggambarkan kebesaran dan kedaulatan Allah yang tidak hanya berkuasa atas umat-Nya, tetapi juga atas seluruh alam semesta. Kegembiraan yang digambarkan di sini bukanlah kegembiraan yang biasa, melainkan sebuah pengakuan atas keadilan dan kehadiran Allah yang pasti akan datang untuk menegakkan kebenaran.
Ketika kita merenungkan firman ini, kita diingatkan bahwa segala sesuatu, dari pohon-pohon di hutan hingga manusia, memiliki tempat dalam rencana ilahi. Pohon-pohon yang digambarkan bersorak-sorai melambangkan alam yang merespons kehadiran dan kedatangan Sang Pencipta. Ini menunjukkan bahwa penciptaan itu sendiri bernyanyi dan bersorak ketika Allah bertindak dalam keadilan dan kedaulatan-Nya. Hal ini mengajarkan kita untuk melihat lebih dari sekadar materi, tetapi menyadari bahwa seluruh ciptaan beresonansi dengan kehadiran Allah.
Frasa "bersama-sama berseru memuji TUHAN" menekankan kesatuan dalam ibadah. Ini bukan hanya seruan individu, tetapi sebuah koor universal yang dipimpin oleh alam itu sendiri, yang pada akhirnya bergabung dengan pujian umat manusia. Ini adalah pengingat bahwa ibadah yang tulus berasal dari hati yang mengakui kebesaran Allah, dan pujian itu sepatutnya disampaikan tidak hanya melalui kata-kata, tetapi juga melalui sikap hidup yang penuh syukur dan hormat.
Bagian terakhir dari ayat ini, "sebab Ia datang untuk menghakimi bumi," memberikan landasan teologis bagi pujian tersebut. Keadilan ilahi adalah alasan mengapa alam dan umat manusia dipanggil untuk bersukacita. Kedatangan Allah untuk menghakimi bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk menegakkan kebenaran, memulihkan tatanan, dan memberikan keadilan kepada semua. Ini adalah janji pengharapan bahwa Allah akan bertindak secara definitif untuk memperbaiki semua ketidakadilan di dunia.
Dalam konteks yang lebih luas dari Kitab Tawarikh, ayat ini seringkali dibaca dalam konteks kepulangan Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Ini adalah momen sukacita yang luar biasa, dan seruan pujian yang bergema dari Daud dan seluruh Israel ini mencerminkan kegembiraan yang mendalam akan kehadiran Allah yang kembali di tengah-tengah umat-Nya. Namun, maknanya tidak terbatas pada peristiwa historis itu saja. Ia berbicara tentang kebenaran abadi mengenai karakter Allah: Ia adalah Hakim yang adil, Raja yang berkuasa atas segala sesuatu, dan sumber segala pujian.
Di zaman modern ini, kita pun dipanggil untuk merespons panggilan yang sama. Di tengah berbagai tantangan dan ketidakpastian, kita diingatkan bahwa Allah tetap berdaulat. Alam semesta akan terus menyanyikan pujian-Nya, dan kita, sebagai bagian dari ciptaan yang berakal budi, dipanggil untuk memimpin pujian tersebut. Ketika kita menghadapi ketidakadilan atau penderitaan, ayat ini memberi kita pengharapan bahwa Allah akan bertindak. Ia akan datang untuk menegakkan kebenaran-Nya. Oleh karena itu, marilah kita menjadikan hidup kita sebagai pujian yang berkelanjutan bagi-Nya, mengakui kemuliaan-Nya dalam segala situasi, dan menantikan kedatangan-Nya yang membawa keadilan dan kedamaian abadi.