Ayat dari Kitab 1 Tawarikh pasal 21 ayat 7 ini, "Hal itu sakit pada pemandangan TUHAN, dan Ia menghukum Israel," membuka sebuah lembaran penting dalam narasi Alkitab tentang kepemimpinan Raja Daud. Penggalan ini memberikan wawasan mendalam mengenai konsekuensi dari sebuah tindakan yang tidak berkenan di hadapan Tuhan. Kisah ini dimulai dengan sebuah peristiwa yang tampaknya sepele namun berujung pada malapetaka besar bagi bangsa Israel.
Dikisahkan bahwa Raja Daud memerintahkan Yoab dan para pemimpin pasukan untuk melakukan sensus penduduk Israel. Tujuan dari sensus ini, seperti yang seringkali terjadi dalam konteks sejarah, adalah untuk mengetahui kekuatan militer kerajaan. Namun, tindakan ini ternyata tidak datang dari ilham ilahi, melainkan lebih didorong oleh kebanggaan dan kepercayaan diri Daud yang berlebihan pada kekuatan manusiawi daripada pada pertolongan Tuhan. Hal ini menjadi akar dari kesalahannya.
Tuhan melihat tindakan ini sebagai sebuah kesalahpahaman mendasar tentang siapa sumber kekuatan sejati. Daud, sang raja yang diurapi, seharusnya menjadi teladan iman dan ketergantungan kepada Tuhan. Namun, dalam momen ini, ia tampak terjebak dalam pola pikir duniawi. Perintah sensus ini, yang dilakukan tanpa persetujuan atau arahan Tuhan, menimbulkan kegelisahan di kalangan para komandan pasukannya sendiri, seperti yang dicatat dalam ayat-ayat sebelumnya. Yoab, seorang panglima yang berpengalaman, bahkan mencoba untuk memperingatkan Daud, namun tidak berhasil.
Ketika Daud akhirnya menyadari kesalahannya dan merasa sangat menyesal, ia kemudian menghadapi konsekuensi yang berat. Ayat 1 Tawarikh 21:7 dengan tegas menyatakan, "Hal itu sakit pada pemandangan TUHAN, dan Ia menghukum Israel." Ini bukan sekadar teguran ringan, melainkan sebuah hukuman yang berdampak luas pada seluruh bangsa. Tuhan kemudian memberikan pilihan hukuman kepada Daud: tiga tahun pelarian, tiga bulan di hadapan musuh, atau tiga hari penyakit sampar. Pilihan ini mencerminkan sifat hukuman dan keadilan ilahi yang harus ditegakkan, namun juga memberikan kesempatan bagi Daud untuk memilih cara bagaimana umat-Nya akan dikoreksi.
Pilihan Daud yang akhirnya jatuh pada tiga hari penyakit sampar menunjukkan kerendahan hatinya dan keinginannya untuk jatuh ke tangan Tuhan, daripada ke tangan manusia. Ini merupakan momen yang sangat krusial dalam perjalanan spiritual Daud dan bangsa Israel. Kisah ini mengajarkan bahwa setiap tindakan, sekecil apapun, memiliki potensi untuk dilihat oleh Tuhan. Kebanggaan, kesombongan, dan ketergantungan pada kekuatan sendiri adalah hal-hal yang dapat membuat Tuhan murka dan mendatangkan hukuman. Sebaliknya, pengakuan dosa, penyesalan yang tulus, dan pencarian bimbingan ilahi adalah jalan menuju pemulihan dan anugerah Tuhan. "1 Tawarikh 21 7" menjadi pengingat abadi akan pentingnya menjaga hati dan pikiran tetap tertuju pada Sang Pencipta dalam setiap aspek kehidupan.