"Juga orang-orang yang mempunyai barang-barang berharga, baik laki-laki maupun perempuan, setiap orang yang terpanggil hatinya, membawa sumbangan untuk pekerjaan itu, berupa gelang, anting-anting, cincin meterai dan barang-barang emas."
Simbol kekayaan dan anugerah yang diberikan dengan sukacita.
Ayat dari 1 Tawarikh 29:8 ini merupakan bagian dari kisah luar biasa mengenai pembangunan Bait Suci oleh Raja Daud dan bangsa Israel. Dalam ayat ini, kita menyaksikan bagaimana individu, baik laki-laki maupun perempuan, dengan hati yang rela, mempersembahkan harta benda berharga mereka. Kalimat "setiap orang yang terpanggil hatinya" adalah inti dari semangat pemberian ini. Ini bukan sekadar kewajiban, melainkan respons tulus terhadap kebaikan dan anugerah Tuhan yang telah mereka alami. Barang-barang seperti gelang, anting-anting, cincin meterai, dan emas, yang merupakan simbol kekayaan dan status pada masa itu, dipersembahkan dengan sukarela demi kemuliaan nama Tuhan dan pembangunan tempat ibadah-Nya.
Konteks yang mendasari ayat ini adalah janji dan persediaan Tuhan yang melimpah. Daud sendiri telah mengumpulkan kekayaan yang sangat besar, tetapi ia menyadari bahwa kekayaan itu berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, ia memimpin bangsa itu untuk memberikan persembahan yang terbaik. Semangat ini menular, menciptakan gelombang kemurahan hati yang luar biasa. Bukan karena paksaan, tetapi karena hati yang dipenuhi rasa syukur dan kesadaran akan besarnya berkat yang telah Tuhan limpahkan. Setiap persembahan, sekecil apa pun nilainya bagi sebagian orang, menjadi bagian dari tapestry kemurahan hati yang indah yang pada akhirnya mengarah pada pembangunan Bait Suci yang megah.
Dalam kehidupan modern, ayat ini tetap relevan. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya memiliki hati yang murah hati dan bersedia memberi. Memberi bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga waktu, talenta, dan tenaga. Kunci dari pemberian yang diberkati adalah motivasi yang benar. Sama seperti orang-orang Israel dalam ayat ini, pemberian kita seharusnya didorong oleh rasa syukur atas apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Ketika hati kita terpanggil, ketika kita menyadari bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah anugerah, maka memberi menjadi suatu kegembiraan, bukan beban.
1 Tawarikh 29:8 juga mengingatkan kita bahwa Tuhan memperhatikan bukan hanya apa yang kita berikan, tetapi juga bagaimana kita memberikannya. Hati yang tulus, sukacita dalam memberi, dan niat untuk memuliakan Tuhan adalah hal-hal yang sangat dihargai di mata-Nya. Setiap persembahan yang tulus, terlepas dari ukurannya, memiliki nilai di hadapan Tuhan. Ini adalah undangan bagi kita untuk memeriksa hati kita: apakah kita memberi karena kewajiban, atau karena hati yang terpanggil dan penuh kasih? Marilah kita belajar dari teladan bangsa Israel ini, mempersembahkan yang terbaik dari apa yang kita miliki, bukan karena kita punya banyak, tetapi karena kita bersyukur atas berkat Tuhan yang tak terhingga.