1 Tawarikh 6:49 - Doa Kekudusan dan Tempat Tinggal Tuhan

"Tetapi Harun dan keturunannya tetaplah mereka, yang mengurus korban bakaran di atas mezbah dan korban bakaran ukupan itu, dan yang melakukan segala pekerjaan di dalam tempat mahakudus, dan yang mengadakan pendamaian bagi Israel, sesuai dengan segala yang diperintahkan Musa, hamba Allah."

Ayat 1 Tawarikh 6:49 membawa kita pada inti dari tugas dan tanggung jawab keimaman dalam Perjanjian Lama. Ayat ini secara spesifik menyoroti peran penting Harun dan keturunannya, yaitu para imam, dalam melayani Tuhan dan umat Israel di dalam dan di sekitar Kemah Suci, yang kemudian menjadi Bait Suci di Yerusalem. Ini bukan sekadar tugas pelayanan biasa, melainkan sebuah mandat ilahi yang memiliki implikasi spiritual yang mendalam bagi seluruh bangsa.

Peran utama yang disebutkan adalah "mengurus korban bakaran di atas mezbah dan korban bakaran ukupan itu". Korban bakaran merupakan simbol penyerahan diri total kepada Tuhan dan pengakuan dosa. Pengurusan mezbah ini menuntut ketelitian, kesucian, dan ketaatan yang tinggi, karena setiap aspek dari ibadah korban memiliki makna teologisnya sendiri. Demikian pula, "korban bakaran ukupan" yang dipersembahkan di dalam Ruang Suci, sebelum Tabir Bait Suci, melambangkan doa-doa umat yang naik kepada Tuhan.

Lebih lanjut, ayat ini menekankan tugas mereka dalam "melakukan segala pekerjaan di dalam tempat mahakudus". Ini adalah tingkatan pelayanan yang paling sakral, yaitu ruang di mana Hadirat Tuhan berdiam secara khusus, diwakili oleh Tabut Perjanjian. Hanya imam besar yang diizinkan masuk ke sana setahun sekali pada Hari Pendamaian (Yom Kippur), untuk mengadakan pendamaian bagi dosa bangsa Israel.

Puncak dari pelayanan ini adalah "mengadakan pendamaian bagi Israel". Pendamaian ini merupakan konsep sentral dalam hubungan antara Allah yang kudus dan umat-Nya yang berdosa. Melalui persembahan korban yang dilakukan oleh para imam, celah antara kekudusan Tuhan dan ketidaksempurnaan manusia dijembatani. Ini menunjukkan bahwa akses kepada Tuhan dan pemulihan hubungan dengan-Nya tidak dapat dicapai oleh kekuatan manusia sendiri, melainkan melalui perantaraan yang telah ditetapkan oleh Tuhan.

Penyebutan "sesuai dengan segala yang diperintahkan Musa, hamba Allah" menegaskan pentingnya ketaatan terhadap firman dan hukum Tuhan. Para imam tidak bertindak berdasarkan keinginan pribadi atau tradisi mereka sendiri, melainkan berdasarkan instruksi yang jelas dari Allah yang diterima melalui Musa. Ini adalah prinsip fundamental dalam ibadah yang benar: ketaatan kepada apa yang Allah firmankan adalah kunci untuk menerima perkenan-Nya.

Secara keseluruhan, 1 Tawarikh 6:49 bukan hanya catatan sejarah tentang fungsi keimaman kuno. Ayat ini mengingatkan kita tentang nilai kekudusan, pentingnya pengorbanan, dan kerinduan Allah untuk berdiam di tengah umat-Nya dan mengadakan pendamaian. Konsep ini juga menjadi bayangan dari pelayanan Kristus, Imam Besar Agung, yang melalui pengorbanan sempurna-Nya telah mendamaikan kita dengan Bapa dan membuka jalan bagi kita untuk masuk ke dalam tempat kudus Allah dengan keberanian.