Ayat 2 Korintus 7:5 sering kali terasa sangat relevan bagi banyak orang. Frasa "kami tidak mendapat ketenangan sedikit pun, tetapi kami ditindih oleh berbagai kesusahan, dari luar pertanggungan, dan dari dalam ketakutan" menggambarkan sebuah kondisi pergumulan yang mendalam. Rasul Paulus dan rekan-rekannya, meskipun dalam pelayanan yang penuh keyakinan, tidak luput dari berbagai tantangan. Pengalaman ini bukanlah pengecualian, melainkan bagian inheren dari perjalanan iman, terutama ketika berhadapan dengan ketidakpastian dan serangan dari berbagai penjuru.
Kesusahan yang dialami Paulus dapat dibagi menjadi dua kategori utama seperti yang disebutkan dalam ayat tersebut: "dari luar pertanggungan" dan "dari dalam ketakutan". Kesusahan "dari luar pertanggungan" merujuk pada kesulitan eksternal. Ini bisa berupa penganiayaan fisik, penolakan dari orang lain, tantangan dalam pelayanan, kekurangan materi, atau serangan dari para penentang Injil. Dalam konteks jemaat Korintus, Paulus menghadapi banyak oposisi, baik dari dalam maupun luar gereja, yang mempertanyakan otoritas dan pelayanannya. Tekanan eksternal ini bisa sangat berat, menguras tenaga dan sumber daya, serta membuat seseorang merasa terisolasi.
Sementara itu, "dari dalam ketakutan" menyoroti perjuangan internal. Ini adalah pergumulan emosional dan mental yang menyertai kesulitan eksternal. Ketakutan bisa muncul dari keraguan diri, kekhawatiran akan kegagalan, kesedihan atas reaksi orang lain, atau bahkan ketakutan akan bahaya fisik yang mengancam. Ketakutan semacam ini dapat melumpuhkan, menghalangi kemampuan seseorang untuk berpikir jernih dan bertindak dengan berani. Paulus, sebagai manusia, tentu merasakan beban emosional dari serangan dan kesulitan yang dihadapinya. Perasaan ini sangat wajar dan manusiawi, bahkan bagi mereka yang memiliki iman yang kuat.
Namun, menarik untuk dicatat bahwa ayat ini bukan akhir dari cerita. Keadaan Paulus dan jemaat Korintus kemudian berubah menjadi lebih baik. Dalam konteks pasal 7 secara keseluruhan, Paulus berbicara tentang "kesedihan ilahi" yang membawa pertobatan dan pemulihan, kontras dengan kesedihan dunia yang membawa kematian. Pengalaman kesusahan ini, meskipun pahit, ternyata menjadi pupuk bagi pertumbuhan iman. Ketergantungan yang lebih besar pada Tuhan, penguatan hubungan antar sesama orang percaya, dan penekanan kembali pada Injil yang murni adalah hasil dari pergumulan tersebut.
Bagi kita saat ini, 2 Korintus 7:5 mengingatkan bahwa cobaan dan kesulitan adalah bagian dari kehidupan orang percaya. Kita tidak diharapkan untuk hidup bebas dari masalah, tetapi untuk hidup melalui masalah dengan iman. Ketenangan sejati bukanlah absennya kesulitan, melainkan kedamaian hati yang ditemukan dalam Tuhan di tengah badai. Ketika kita merasa ditindih oleh kesusahan dari luar maupun ketakutan dari dalam, kita diingatkan untuk tidak menyerah, tetapi mencari sumber kekuatan dan penghiburan yang sejati, yaitu Tuhan sendiri. Pengalaman Paulus mengajarkan bahwa kesusahan dapat menjadi jalan menuju pendewasaan rohani, ketika kita belajar untuk lebih bersandar kepada-Nya dan menemukan ketenangan-Nya yang melampaui segala akal.