"Tetapi berfirmanlah TUHAN kepada Elia, orang Tisbe itu: 'Bersiaplah, naiklah mendapatkan raja Samaria, hambatanlah kepadanya: Beginilah firman TUHAN: Oleh karena tidak ada Allah di Israel, maka engkau akan turun ke tempat kebangkitan, yang engkau tuju itu; engkau tidak akan luput dari sana.'"
Ayat dari kitab 2 Raja-raja pasal 1, ayat 3, merupakan sebuah momen krusial dalam narasi Alkitab. Ayat ini memperkenalkan pesan peringatan keras yang disampaikan oleh Nabi Elia, salah satu nabi terbesar dalam Perjanjian Lama, kepada raja Israel saat itu. Konteks historisnya sangat penting untuk dipahami. Kerajaan Israel sedang mengalami masa kemunduran spiritual yang parah, di mana penyembahan berhala kepada Baal, dewa bangsa Kanaan, telah merajalela. Raja Ahab, suami Izebel, adalah penguasa yang sangat mempromosikan penyembahan berhala ini, bahkan hingga mengancam keberadaan ibadah kepada TUHAN yang benar di tengah umat-Nya.
Dalam situasi inilah, TUHAN berbicara kepada Elia, memerintahkannya untuk menyampaikan pesan yang tegas kepada raja Samaria. Kata-kata "Bersiaplah, naiklah mendapatkan raja Samaria, hambatanlah kepadanya" menunjukkan urgensi dan keberanian yang dituntut dari Elia. Ini bukan sekadar saran, melainkan sebuah perintah ilahi yang harus dijalankan dengan segala risiko. Pesan inti yang disampaikan adalah sebuah deklarasi penghakiman: "Oleh karena tidak ada Allah di Israel, maka engkau akan turun ke tempat kebangkitan, yang engkau tuju itu; engkau tidak akan luput dari sana."
Frasa "tidak ada Allah di Israel" bukanlah sebuah pernyataan bahwa TUHAN tidak ada, melainkan sebuah pengakuan atas kenyataan pahit bahwa bangsa Israel, bahkan para pemimpinnya, telah meninggalkan penyembahan kepada TUHAN yang benar dan beralih kepada ilah-ilah lain. Mereka telah mengkhianati perjanjian mereka dengan TUHAN. Ini adalah bentuk kemurtadan yang sangat serius di mata Allah. Akibat dari kemurtadan ini, TUHAN menyatakan sebuah penghakiman yang tak terhindarkan.
Kata "tempat kebangkitan" (atau dalam beberapa terjemahan "tempat kebinasaan" atau "neraka") merujuk pada tempat kesudahan bagi mereka yang menolak dan mengkhianati TUHAN. Pesan ini menegaskan bahwa tindakan raja dan bangsa Israel tidak akan luput dari konsekuensi ilahi. Ini adalah peringatan keras tentang kedaulatan Allah dan keadilan-Nya. TUHAN tidak akan membiarkan kemurtadan dan penyembahan berhala terus berlangsung tanpa murka-Nya.
Nabi Elia berperan sebagai "suara" TUHAN di tengah masyarakat yang tuli dan buta secara rohani. Ia adalah seorang nabi yang penuh semangat membela kebenaran Allah, seringkali menghadapi perlawanan sengit dari penguasa dan umat. Pesan ini menunjukkan bahwa meskipun raja memegang kuasa duniawi, kuasa tertinggi tetap berada pada TUHAN Semesta Alam. Elia ditugaskan untuk mengingatkan raja akan otoritas Allah yang tidak dapat diganggu gugat.
Pesan ini juga memiliki relevansi bagi kita hingga kini. Ia mengingatkan kita tentang pentingnya kesetiaan kepada TUHAN dan bahaya meninggalkan penyembahan yang benar. Seperti bangsa Israel pada masa itu, seringkali godaan untuk mengikuti tren dunia, nilai-nilai yang bertentangan dengan firman Tuhan, atau bahkan penyembahan "berhala" modern seperti uang, kekuasaan, atau kesenangan, dapat menjauhkan kita dari jalan TUHAN. 2 Raja-raja 1:3 adalah pengingat bahwa TUHAN adalah Allah yang kudus dan adil, yang akan meminta pertanggungjawaban atas setiap pilihan kita. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk hidup dalam kesetiaan dan ketaatan kepada-Nya, agar kita tidak luput dari kedamaian dan berkat yang hanya dapat Dia berikan.