"Dan mereka mempersembahkan persembahan kepada TUHAN, seribu kali korban bakaran, dan persembahan-persembahan ukupan."
Ayat ini dari kitab Raja-raja mencatat salah satu puncak kejayaan dan kemakmuran Kerajaan Israel di bawah pemerintahan Raja Salomo. Namun, lebih dari sekadar kekayaan materi yang luar biasa, ayat ini menyoroti aspek penting lainnya: ketaatan dan pengabdian kepada Tuhan. Dalam konteks kisah Salomo, ayat ini menjadi penutup yang kuat setelah deskripsi panjang mengenai kekayaan, kekuasaan, dan kebijaksanaan yang dianugerahkan Tuhan kepadanya.
Kisah Salomo seringkali menjadi gambaran tentang bagaimana Tuhan memberkati umat-Nya yang taat. Perjanjian yang Tuhan buat dengan Daud, ayah Salomo, mengenai keturunan yang akan memerintah, dikabulkan dengan limpahan berkat. Salomo mewarisi sebuah kerajaan yang stabil dan diberkati, dan karunia kebijaksanaan serta pengertian yang ia minta dari Tuhan untuk memimpin rakyatnya, dijawab dengan sungguh-sungguh. Hal ini memungkinkannya untuk membuat keputusan yang bijak, membangun hubungan diplomatik yang kuat, dan mengelola kekayaan bangsanya dengan efektif.
Meskipun kekayaan duniawi Salomo begitu melimpah, ditandai dengan emas, perak, permata, dan perdagangan yang luas, ayat 36 dari pasal 10 ini menunjukkan bahwa pusat dari semua kemakmuran itu tetaplah Tuhan. Tindakan mempersembahkan "seribu kali korban bakaran" dan "persembahan ukupan" bukanlah sekadar ritual formalitas. Ini adalah ekspresi nyata dari rasa syukur, pengakuan atas sumber segala berkat, dan komitmen untuk terus menjaga hubungan yang benar dengan Yang Maha Kuasa.
Dalam budaya Israel kuno, korban bakaran dan persembahan ukupan memiliki makna spiritual yang mendalam. Korban bakaran melambangkan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, sementara persembahan ukupan melambangkan doa dan pujian yang naik kepada-Nya. Melakukan hal ini dalam jumlah yang begitu besar menunjukkan skala pengabdian yang luar biasa. Ini adalah bukti bahwa meskipun dikelilingi oleh kemewahan dunia, hati Salomo dan rakyatnya tetap tertuju kepada Tuhan.
Kisah Salomo, termasuk ayat Raja-raja 10:36, mengajarkan kita bahwa kemakmuran materi tidaklah buruk, selama itu tidak menjadi fokus utama hidup kita. Berkat Tuhan seringkali datang dalam berbagai bentuk, dan respons yang tepat terhadap berkat tersebut adalah dengan mengembalikannya kepada-Nya melalui pujian, penyembahan, ketaatan, dan pelayanan kepada sesama. Ketaatan yang tulus, bahkan di tengah kelimpahan, adalah pondasi yang kokoh untuk keberlangsungan berkat Tuhan.
Ketika kita diberi kelimpahan, baik dalam hal materi, bakat, atau kesempatan, penting untuk bertanya pada diri sendiri: apakah kita juga mempersembahkan "korban bakaran" dan "ukupan" kita kepada Tuhan? Apakah hidup kita menjadi kesaksian akan sumber kebaikan yang luar biasa yang telah kita alami? Ayat ini mengingatkan kita bahwa kesetiaan kepada Tuhan adalah kunci untuk menjaga dan menikmati berkat-Nya, bukan hanya untuk sesaat, tetapi dalam jangka waktu yang panjang. Keagungan Salomo memang pudar, tetapi prinsip ketaatan yang ia tunjukkan pada puncak kejayaannya tetap relevan dan menjadi mercusuar bagi kita.