Kisah Rasul 7:53 - Perjuangan Stefanus

"Kamu [kamulah yang selalu melawan Roh Kudus], sama seperti nenek moyangmu, demikian juga kamu."

Kisah para Rasul pasal 7 mencatat salah satu momen paling dramatis dan penuh keberanian dalam sejarah gereja mula-mula. Tokoh sentralnya adalah Stefanus, seorang diaken yang penuh iman dan karunia Roh Kudus. Dalam sebuah persidangan yang diorganisir oleh Mahkamah Agama Yahudi (Sanhedrin), Stefanus dihadapkan pada tuduhan palsu telah menghujat Allah dan Taurat. Alih-alih membela diri, Stefanus justru menggunakan kesempatan itu untuk memberikan kesaksian yang menggebu-gebu mengenai sejarah bangsa Israel, mulai dari Abraham hingga Yesus Kristus.

Pidato Stefanus bukanlah sekadar ceramah sejarah. Ia mengaitkan setiap peristiwa penting dengan rencana Allah dan menunjukkan bagaimana para pemimpin dan umat Israel sering kali menolak para nabi yang diutus Allah, termasuk Musa sendiri. Dengan tegas namun penuh hikmat, ia menelanjangi kemunafikan dan keras hati para pendengarnya. Titik puncaknya terjadi ketika ia secara langsung menuduh para anggota Mahkamah Agama telah mengkhianati dan membunuh "Orang Benar" yang telah dijanjikan oleh para nabi, yaitu Yesus Kristus.

Ayat 7:53 yang dikutip di awal artikel ini adalah bagian dari ucapan tegas Stefanus yang menusuk hati para pendengarnya. Frasa "kamu [kamulah yang selalu melawan Roh Kudus]" menunjukkan bahwa penolakan terhadap kebenaran bukanlah fenomena baru, melainkan sebuah pola berulang dalam sejarah umat pilihan Allah. Para leluhur mereka telah menolak para utusan Allah, dan kini, mereka sendiri melanjutkan warisan penolakan itu dengan menentang Roh Kudus yang berbicara melalui Yesus dan para rasul-Nya.

Reaksi terhadap perkataan Stefanus sungguh luar biasa. Dikutip dalam Kisah Para Rasul 7:54, "Mendengar perkataan itu, mereka sangat marah dalam hati mereka dan menggeram sambil menggemeretakkan gigi." Kata-kata Stefanus bagaikan api yang membakar kemarahan dalam diri mereka, bukan api penyucian, melainkan api kebencian yang membutakan. Mereka tidak mampu lagi menahan emosi mereka.

Stefanus bersaksi, ditolak oleh keras hati. Sebuah kisah keberanian dalam menghadapi kebencian.

Kisah Stefanus di pasal 7 ini bukan hanya tentang akhir hidupnya sebagai martir pertama gereja, tetapi juga tentang kesetiaan yang teguh pada Kristus di hadapan ancaman kematian. Ia melihat surga terbuka dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah, sebuah penglihatan yang menguatkan imannya di saat-saat terakhir. Ia berdoa, "Tuhan Yesus, terimalah rohku!" dan kemudian, dengan suara keras, "Tuhan, jangan tanggungkan dosa ini kepada mereka." Doa pengampunan ini, meskipun diucapkan di tengah serangan kekerasan, mencerminkan ajaran Kristus sendiri.

Kisah rasul 7:53 menjadi pengingat yang kuat tentang harga iman. Perjuangan Stefanus mengajarkan kita tentang pentingnya kesaksian yang jujur, keberanian dalam menghadapi penolakan, dan kekuatan kasih pengampunan bahkan dalam situasi yang paling mengerikan sekalipun. Ia menjadi teladan bagi generasi-generasi berikutnya, menunjukkan bahwa iman sejati tidak gentar oleh perlawanan duniawi, melainkan berakar pada kebenaran ilahi dan harapan akan kehidupan kekal.