"Sesudah itu ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, seperti raja-raja sebelumnya; ia tidak menjauh dari dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, yang telah menyebabkan orang Israel berdosa."
Ayat ini membawa kita pada gambaran penting dalam sejarah Kerajaan Israel dan Yehuda, yaitu tentang pemimpin yang dipilih untuk memimpin umat Tuhan namun memilih jalan yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Dalam konteks 2 Raja-raja 15:18, kita membaca tentang seorang raja yang, meskipun memiliki kesempatan untuk memimpin dengan benar, justru mengikuti jejak para pendahulunya yang telah menyimpang dari ajaran Tuhan. Frasa kunci di sini adalah "ia melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, seperti raja-raja sebelumnya". Ini menunjukkan adanya pola kesalahan yang terus berulang dalam kepemimpinan Israel, sebuah siklus kegagalan yang berdampak luas bagi seluruh bangsa.
Kisah ini sering kali terkait dengan tokoh raja seperti Menahem atau Pekahya, yang memerintah di periode ketidakstabilan dan kekacauan. Penting untuk memahami bahwa "melakukan apa yang jahat di mata TUHAN" bukanlah sekadar kesalahan kecil, melainkan sebuah penolakan terhadap kedaulatan dan hukum Tuhan. Hal ini mencakup berbagai praktik seperti penyembahan berhala, ketidakadilan sosial, dan penindasan terhadap kaum lemah. Para raja yang melakukan hal ini sering kali hanya memikirkan kekuasaan dan keuntungan pribadi, mengabaikan kesejahteraan umat dan kesetiaan kepada Allah.
Penyebutan "dosa-dosa Yerobeam bin Nebat, yang telah menyebabkan orang Israel berdosa" menjadi sebuah peringatan yang sangat kuat. Yerobeam adalah raja pertama Kerajaan Israel Utara setelah perpecahan kerajaan. Dosa utamanya adalah mendirikan tempat-tempat penyembahan baru dengan patung anak lembu emas di Betel dan Dan, yang bertujuan untuk mencegah rakyat pergi ke Yerusalem untuk beribadah. Tindakan ini adalah pemberontakan terhadap Tuhan dan memicu kejatuhan moral serta rohani yang mendalam bagi banyak generasi. Ketika seorang raja kemudian mengikuti jejak Yerobeam, itu berarti ia meneruskan warisan kemurtadan dan membawa bangsa semakin jauh dari Tuhan.
Mengapa penting untuk merenungkan ayat ini hari ini? Ayat ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga sebuah cerminan abadi tentang konsekuensi dari kepemimpinan yang menyimpang dari prinsip-prinsip ilahi. Ia mengajarkan kita bahwa kekuasaan, tanpa integritas moral dan ketaatan kepada Tuhan, dapat membawa kehancuran. Kita diingatkan bahwa para pemimpin, baik di tingkat kenegaraan maupun dalam komunitas, memiliki tanggung jawab besar di hadapan Tuhan dan umatnya. Pilihan untuk mengikuti jalan Tuhan atau jalan yang keliru akan selalu memiliki dampak jangka panjang.
Ayat ini menginspirasi kita untuk berdoa bagi para pemimpin kita, memohon agar mereka memiliki hikmat dan keberanian untuk memimpin dengan benar, menjauh dari godaan dosa dan keserakahan. Kita juga didorong untuk secara pribadi memastikan bahwa hidup kita selaras dengan kehendak Tuhan, tidak peduli seberapa besar atau kecil pengaruh kita dalam masyarakat. 2 Raja-raja 15:18 adalah pengingat yang tajam bahwa kesetiaan kepada Tuhan adalah fondasi yang kokoh untuk segala bentuk kepemimpinan yang berhasil dan membawa berkat.
Ilustrasi: Pilihan antara kegelapan dan terang, mengingatkan kita pada pentingnya keputusan moral.