Yehu Altar Idola

Simbolisasi perjalanan spiritual dan pilihan sulit.

2 Raja-raja 16:10

"Kemudian raja Ahas pergi ke Damsyik menemui Tiglat-Pileser, raja Asiria, dan ia mengirim kepada raja Ahas sebuah mezbah yang dilihatnya di Damsyik."

Kisah Raja Ahas dan Pengaruh Asyur

Ayat ini membawa kita pada sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda, yaitu masa pemerintahan Raja Ahas. Ahas dikenal sebagai salah satu raja yang paling tidak setia kepada TUHAN dalam catatan sejarah Israel. Ia melakukan banyak hal yang jahat di mata TUHAN, mengikuti jalan raja-raja Israel dan bahkan mempersembahkan anaknya dalam api, sebuah praktik keji yang dilakukan oleh bangsa-bangsa kafir yang dikutuk oleh TUHAN.

Dalam konteks politik saat itu, Kerajaan Yehuda berada di bawah ancaman dari kerajaan-kerajaan tetangga, terutama Aram (Suriah) dan Israel Utara. Raja Resin dari Aram dan Raja Pekah dari Israel Utara bersekutu untuk menyerang Yehuda dan bahkan berusaha menggulingkan Ahas dari takhtanya. Dalam keadaan terdesak, alih-alih mencari pertolongan dari TUHAN, Ahas justru mengambil langkah yang drastis dan sangat menyesalkan.

Ia memutuskan untuk meminta bantuan militer dari Tiglat-Pileser III, raja Asyur yang perkasa. Ini adalah sebuah langkah politik yang sangat berisiko. Bangsa Asyur dikenal dengan kekejaman dan ambisinya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Meminta bantuan mereka sama saja dengan membuka pintu bagi pengaruh dan dominasi Asyur atas Yehuda. Keputusan ini mencerminkan ketidakpercayaan Ahas kepada kedaulatan dan perlindungan TUHAN.

Mezbah Asyur di Yerusalem

Perjalanan Ahas ke Damsyik, ibu kota kerajaan Aram, untuk bertemu dengan Tiglat-Pileser adalah sebuah pengakuan atas kelemahan dan keputusasaan Yehuda. Namun, momen yang paling krusial dan tergambar dalam ayat 10 adalah ketika Ahas melihat sebuah mezbah di Damsyik dan memerintahkan agar mezbah tersebut dibuat dan dikirim kepadanya. Setelah mezbah itu tiba di Yerusalem, Ahas tidak hanya menempatkannya di Bait Suci TUHAN, tetapi ia juga memerintahkan agar mezbah itu digunakan untuk mempersembahkan korban-korban bakaran dan korban santapan baginya, serta korban curahan air minum bagi TUHAN. Ia bahkan memerintahkan agar para imam mempersembahkan korban di atas mezbah yang baru itu, menggantikan mezbah tembaga yang sebelumnya ada di hadapan TUHAN.

Tindakan ini merupakan sebuah penghinaan besar terhadap TUHAN dan Bait Suci-Nya. Mezbah yang dibuat berdasarkan model Asyur ini adalah simbol dari ibadah yang tercemar dan sinkretisme agama. Ahas menggabungkan unsur-unsur ibadah kepada TUHAN dengan praktik-praktik keagamaan bangsa Asyur. Ia lebih tertarik pada gaya dan ritual bangsa asing daripada kesetiaan kepada hukum TUHAN. Ini adalah manifestasi dari penyembahan berhala dan penolakan terang-terangan terhadap perintah-perintah TUHAN yang telah diberikan melalui Musa.

Implikasi dan Pelajaran dari Kisah Ahas

Kisah Raja Ahas dan mezbah Asyur ini memberikan pelajaran yang mendalam tentang bahaya kompromi spiritual dan ketergantungan pada kekuatan duniawi. Ketika kita mengesampingkan TUHAN dalam kesulitan, dan mencari solusi pada kekuatan manusia atau sistem dunia yang bertentangan dengan kehendak-Nya, kita membuka diri pada konsekuensi yang merusak. Mezbah Asyur di Yerusalem menjadi lambang dari sebuah ibadah yang sudah tercemar, di mana kesucian TUHAN dikompromikan oleh pengaruh dan kebiasaan bangsa lain.

Ilustrasi Raja Ahas sedang melihat mezbah asing

Keputusan Ahas untuk mengadopsi mezbah Asyur ini bukan hanya sekadar perubahan arsitektur religius, tetapi mencerminkan pergeseran fundamental dalam prioritas dan kesetiaan rohaninya. Ia menunjukkan bahwa ia lebih menghargai kekuasaan dan pengaruh raja Asyur daripada hubungan perjanjiannya dengan TUHAN. Ini adalah sebuah peringatan bahwa ketika kesetiaan kita terpecah, ibadah kita pun akan menjadi tidak murni, dan kita berisiko mengorbankan yang sakral demi keuntungan yang sementara dan ilusi keamanan.