2 Raja-raja 17:26 - Asal Usul Bangsa Samaria

Dan karena itu terdengar oleh raja Asyur: "Bangsa-bangsa yang kau pindahkan dan kau tempatkan di kota-kota Samaria, tidak mengenal hukum Allah negeri itu, maka Ia menyuruh singa-singa kepada mereka, yang membunuh mereka.

Hukum Allah & Tradisi

Ayat 2 Raja-raja 17:26 ini memberikan jendela penting mengenai akar permasalahan bangsa Samaria. Pada masanya, Kerajaan Utara Israel telah jatuh ke tangan Asyur. Raja Asyur, dalam upayanya untuk mengendalikan dan mengasimilasi wilayah yang baru ditaklukkannya, melakukan pemindahan penduduk besar-besaran. Penduduk asli Israel dipindahkan ke wilayah lain, dan sebaliknya, orang-orang dari berbagai penjuru kekaisaran Asyur didatangkan untuk mendiami kota-kota Samaria.

Tindakan ini bukan sekadar pertukaran demografi; ini adalah strategi untuk memecah belah identitas nasional dan agama dari penduduk asli. Namun, seperti yang tercatat dalam ayat tersebut, para pemukim baru ini membawa serta tradisi dan kepercayaan mereka sendiri. Mereka tidak mengenal dan tidak menjalankan hukum Tuhan sebagaimana yang diperintahkan kepada bangsa Israel di tanah perjanjian. Ketidaktahuan dan ketidakpatuhan inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Allah untuk menjatuhkan hukuman.

Allah mengirimkan singa-singa yang memangsa mereka. Ini bukanlah hukuman acak, melainkan konsekuensi logis dari penolakan terhadap hukum Ilahi di tanah yang seharusnya kudus bagi umat-Nya. Kehadiran singa-singa tersebut menjadi pengingat bahwa tanah itu dihuni bukan hanya oleh manusia, tetapi juga diatur oleh otoritas ilahi yang tidak bisa diabaikan. Konsekuensinya adalah ketakutan dan ketidakamanan yang melanda para pendatang baru tersebut.

Kisah ini mencerminkan prinsip universal bahwa sebuah masyarakat akan mengalami kesulitan ketika tidak didasarkan pada prinsip-prinsip moral dan hukum yang benar. Bangsa Samaria yang baru terbentuk menjadi sebuah kelompok yang terisolasi, baik dari bangsa Israel asli yang tersisa maupun dari bangsa-bangsa lain yang mengenal Tuhan. Perpaduan budaya dan agama yang terjadi kemudian melahirkan bentuk sinkretisme yang berbeda dari keaslian ibadah kepada YHWH, sebagaimana yang sering kali dikritik oleh para nabi berikutnya.

Memahami konteks ayat 2 Raja-raja 17:26 membantu kita melihat bahwa identitas sebuah bangsa atau kelompok tidak hanya dibentuk oleh asal-usul geografis atau etnis semata, tetapi juga oleh kesediaan untuk hidup sesuai dengan hukum dan kehendak Sang Pencipta. Penolakan terhadap otoritas ilahi akan selalu berujung pada konsekuensi yang tidak diinginkan, entah itu melalui ancaman eksternal maupun kekacauan internal. Bangsa Samaria menjadi bukti historis dari prinsip ini, di mana pencampuran tanpa dasar yang kuat dan pemahaman yang benar atas hukum Allah justru menciptakan sebuah identitas baru yang penuh dengan tantangan.

Kisah ini mengingatkan kita akan pentingnya fondasi moral dan spiritual dalam membangun komunitas yang kokoh dan beradab.