Ayat 2 Raja-Raja 18:18 ini berasal dari periode krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, saat kekaisaran Asyur yang perkasa di bawah Raja Sanherib melakukan invasi. Sanherib mengirimkan delegasi, termasuk seorang juru bicara yang disebut "rabshakeh" (jabatan yang mungkin berarti "kepala juru minum" atau "penasihat utama"), untuk menyerah tanpa syarat kepada Raja Hizkia.
Pesan yang disampaikan rabshakeh sangat arogan dan merendahkan. Ia menantang kepercayaan Hizkia kepada Allah Yahweh, mempertanyakan mengapa Hizkia berani memberontak terhadap Asyur ketika begitu banyak bangsa lain telah dikalahkan. Rabshakeh mengutip keberhasilan militer Asyur sebagai bukti superioritasnya, menyiratkan bahwa tidak ada dewa yang mampu menyelamatkan Yehuda dari tangan mereka.
Frasa kunci, "Apakah yang kau percayai ini?", merupakan inti dari intimidasi tersebut. Ini bukan sekadar pertanyaan diplomatik, melainkan provokasi yang bertujuan untuk menghancurkan moral Hizkia dan rakyatnya. Rabshakeh menggunakan retorika yang cerdik, menyoroti kelemahan manusiawi dan kekuatan militer yang terlihat, sembari mencoba mengikis iman pada kekuatan ilahi.
Namun, respon Hizkia menunjukkan keteguhan iman yang luar biasa. Meskipun dikelilingi oleh ancaman kematian dan penghinaan, ia tidak menyerah pada keputusasaan. Ia memerintahkan agar mereka tidak menjawab rabshakeh, melainkan menyampaikan persoalan ini kepada nabi Yesaya dan memohon pertolongan dari Tuhan. Sikap Hizkia ini menegaskan bahwa kepercayaan sejatinya bukanlah pada aliansi politik atau kekuatan militer, melainkan pada intervensi ilahi.
Kisah ini mengajarkan pelajaran berharga tentang iman di tengah kesulitan. Ketika dihadapkan pada kekuatan yang tampak tak terkalahkan, mudah untuk kehilangan harapan dan mulai meragukan pertolongan Tuhan. Namun, 2 Raja-Raja 18:18 mengingatkan kita untuk menguji apa yang menjadi dasar kepercayaan kita. Apakah kita bergantung pada hal-hal duniawi yang rapuh, atau pada sumber kekuatan yang kekal?
Kisah berlanjut dengan intervensi ajaib Tuhan yang memukul mundur tentara Asyur, membuktikan bahwa kepercayaan Hizkia tidak sia-sia. Ayat ini menjadi pengingat akan pentingnya fondasi iman yang kokoh, bahkan ketika menghadapi tantangan yang paling menakutkan dalam hidup. Untuk memahami lebih lanjut, dapat merujuk pada pembahasan mengenai 2 Raja-Raja 18:17-37.