Pasal 18 dan 19 dari Kitab 2 Raja-raja menyajikan sebuah narasi dramatis tentang pemerintahan Raja Hizkia di Yehuda dan menghadapi ancaman terbesar dari Kerajaan Asyur. Kisah ini bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga bukti nyata tentang iman yang teguh, kerentanan manusia, dan campur tangan ilahi yang ajaib.
Hizkia adalah salah satu raja Yehuda yang paling saleh. Ia memulai pemerintahannya dengan memulihkan ibadah yang benar kepada TUHAN, menyingkirkan berhala-berhala asing, dan menghancurkan benda-benda penyembahan berhala yang telah lama menyesatkan umat Allah, termasuk ular tembaga buatan Musa yang telah disalahgunakan menjadi objek penyembahan. Tindakannya ini menunjukkan komitmennya untuk mengembalikan bangsa itu kepada kesetiaan kepada satu-satunya Allah.
Namun, ketaatan Hizkia tidak luput dari ujian. Di tengah upayanya untuk memperkuat kerajaannya dan kembali kepada TUHAN, Asyur, kekuatan militer yang dominan pada masa itu, mulai mengancam wilayah selatan. Raja Sanherib dari Asyur melancarkan serangan besar-besaran, menaklukkan banyak kota di Yehuda, dan mengepung Yerusalem. Situasi ini sangat genting, membawa ketakutan dan keputusasaan yang mendalam bagi penduduk kota.
Simbol keberanian dan kelepasan ilahi.
Menghadapi pasukan Asyur yang perkasa dan dikepung dari segala penjuru, Hizkia tidak berserah pada keputusasaan atau mencari jalan keluar yang sia-sia. Sebaliknya, ia melakukan apa yang terbaik yang bisa dilakukannya: ia berdoa dengan sungguh-sungguh kepada TUHAN. Ia merobek pakaiannya, mengenakan kain kabung, dan pergi ke rumah TUHAN. Bersama dengan para tua-tua, ia mengirim utusan kepada Nabi Yesaya untuk memohon doa dan nubuatan.
Yesaya, melalui firman TUHAN, menyampaikan pesan penghiburan dan jaminan: TUHAN mendengar doa Hizkia dan akan melindungi Yerusalem. Sanherib tidak akan berhasil menaklukkan kota itu. Pesan ini menguatkan Hizkia dan seluruh penduduk Yerusalem di tengah ancaman yang luar biasa.
Klimaks dari kisah ini terjadi ketika Sanherib mengirimkan utusan-utusannya dengan pesan yang mengejek dan menantang, mencoba menggoyahkan iman orang-orang Yerusalem dan Hizkia. Namun, Hizkia membawa surat itu kepada TUHAN di rumah-Nya dan berdoa, memohon campur tangan TUHAN untuk menunjukkan bahwa Dia adalah satu-satunya Allah yang berkuasa atas semua kerajaan di bumi. Doa yang tulus dan penuh kerendahan hati ini menjadi titik balik.
Malam itu juga, TUHAN bertindak. Malaikat TUHAN keluar dan memunahkan seratus delapan puluh lima ribu prajurit Asyur dalam satu malam. Ketika Sanherib bangun dan melihat kehancuran pasukannya, ia terpaksa menarik pasukannya kembali ke Niniwe. Yerusalem diselamatkan dari kepungan Asyur secara ajaib, tanpa pertempuran besar dari pihak Yehuda.
Kisah Hizkia dalam 2 Raja-raja 18-19 adalah pengingat kuat tentang pentingnya ketaatan kepada TUHAN, kekuatan doa yang tulus, dan kuasa Allah yang sanggup melakukan hal-hal yang luar biasa untuk menyelamatkan umat-Nya. Ini menunjukkan bahwa bahkan di hadapan kekuatan musuh yang paling mengerikan sekalipun, iman kepada TUHAN yang Maha Kuasa akan membawa kelepasan.