2 Raja-raja 18:23 - Seruan Sanherib

"Sekarang, marilah kita mengadakan perjanjian dengan tuanku Raja Asyur, dan kami akan memberikan kepadamu dua ribu kuda, jika engkau sanggup memberikan kepada kami orang-orang yang dapat mengendarainya."

Ayat yang kita renungkan dari 2 Raja-raja 18:23 menggambarkan momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda, saat menghadapi ancaman invasi dari Kerajaan Asyur yang perkasa. Sanherib, raja Asyur, telah menaklukkan banyak kota dan kini mengarahkan perhatiannya pada Yerusalem. Dalam situasi yang genting ini, para petinggi Yehuda, mungkin di bawah tekanan dari raja Hizkia, mencoba bernegosiasi dengan utusan Sanherib yang datang ke Yerusalem. Tawaran mereka sangatlah spesifik: dua ribu kuda sebagai tanda perdamaian dan pengakuan atas kekuasaan Asyur, dengan harapan Sanherib akan menarik pasukannya.

Tawaran ini bukan sekadar tentang kuda. Di balik angka dua ribu kuda tersembunyi sebuah pengakuan implisit atas superioritas militer dan politik Asyur. Kuda-kuda pada masa itu merupakan elemen krusial dalam kekuatan militer. Mereka digunakan untuk kereta perang, kavaleri, dan alat transportasi yang penting. Dengan menawarkan kuda, para petinggi Yehuda berharap dapat membujuk Sanherib untuk mengubah niatnya, atau setidaknya menunda serangan. Ini adalah upaya untuk menggunakan diplomasi, sebuah strategi yang seringkali ditempuh ketika kekuatan militer sendiri tidak mampu menandingi lawan.

Namun, konteks sejarah dari pasal ini menunjukkan bahwa tawaran ini tidak berhasil. Sanherib, yang dikenal sebagai penakluk yang ambisius, memiliki tujuan yang lebih besar daripada sekadar menerima upeti kuda. Utusan-utusannya, seperti yang tercatat dalam pasal-pasal berikutnya, justru melancarkan propaganda yang melemahkan moral bangsa Yehuda dan mengejek kepercayaan mereka kepada Allah. Mereka ingin Yerusalem menyerah tanpa syarat.

Yehuda (Menawarkan) Asyur (Menerima?) Ancaman

Ilustrasi simbolis perundingan dengan ancaman di belakang.

Kisah ini mengajarkan kita tentang pentingnya mengandalkan sumber kekuatan yang tepat. Ketika Hizkia dan para pemimpinnya menghadapi tekanan luar biasa, ada dua jalur yang bisa mereka ambil: negosiasi yang mengandalkan kekuatan duniawi (kuda, pasukan), atau iman yang mengandalkan Allah. Untungnya, Hizkia memilih jalur yang kedua, dengan berkonsultasi kepada nabi Yesaya dan kemudian berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Tindakan iman ini menghasilkan mukjizat: malaikat Tuhan yang membinasakan seratus delapan puluh lima ribu tentara Asyur dalam satu malam, menyelamatkan Yerusalem.

Ayat 2 Raja-raja 18:23, meskipun merupakan tawaran yang kurang bijaksana dari sudut pandang spiritual, menjadi pengingat bahwa dalam keputusasaan, manusia sering mencari solusi yang bersifat sementara dan mengandalkan kemampuan diri sendiri. Namun, kesetiaan dan kepercayaan kepada Tuhanlah yang pada akhirnya membawa kemenangan sejati. Ini adalah pelajaran abadi tentang dimana kita seharusnya meletakkan harapan kita, yaitu pada sumber kekuatan yang tidak terbatas dan abadi, bukan pada kekuatan yang fana dan mudah goyah.