2 Raja-Raja 18:26 - Pentingnya Bahasa yang Dipahami

"Lalu berkatalah Eliakim bin Hilkia, Sebna dan Yoah kepada Rabsake: 'Mohon bicara kepada hamba-hambamu dalam bahasa Aram, sebab kami mengerti; jangan bicara kepada kami dalam bahasa Yudea, di telinga orang banyak yang ada di tembok.'"

"Jangan bicara dalam bahasa Yudea di telinga orang banyak."

Ilustrasi: Komunikasi yang bijak di tengah keramaian.

Ayat yang terukir dalam Kitab 2 Raja-Raja 18:26 ini memberikan sebuah pelajaran berharga mengenai komunikasi yang efektif dan strategis. Dalam konteks historisnya, ayat ini mencatat sebuah momen krusial ketika utusan Raja Asyur, Rabsake, mencoba menakut-nakuti dan merusak semangat rakyat Yerusalem dengan berbicara dalam bahasa Ibrani (bahasa Yudea) di hadapan para pejabat Yehuda, Eliakim, Sebna, dan Yoah. Para pejabat ini, dengan kebijaksanaan dan pemahaman mendalam akan tujuan Rabsake, segera meminta agar komunikasi dialihkan ke bahasa Aram. Permintaan ini bukan sekadar masalah preferensi bahasa, melainkan sebuah strategi cerdas untuk membatasi dampak psikologis negatif yang ingin ditimbulkan oleh Rabsake.

Permintaan untuk berbicara dalam bahasa Aram, yang saat itu merupakan bahasa diplomasi dan umum digunakan di kalangan elit dan pedagang di kawasan tersebut, menunjukkan sebuah pemahaman strategis. Mereka menyadari bahwa jika pesan Rabsake didengar oleh rakyat jelata dalam bahasa yang mereka pahami, ketakutan dan kepanikan bisa menyebar dengan cepat, mengikis harapan dan ketahanan kota yang sedang terkepung. Dengan meminta agar komunikasi dilakukan dalam bahasa Aram, mereka berusaha mengisolasi pesan propaganda tersebut hanya pada tingkatan para pemimpin, memberi mereka kendali lebih baik atas informasi dan respons publik.

Pelajaran dari ayat ini melampaui konteks sejarahnya. Dalam kehidupan sehari-hari, prinsip komunikasi yang jelas dan sesuai audiens tetap relevan. Ketika kita berbicara atau menyampaikan informasi, penting untuk mempertimbangkan siapa pendengar kita dan bagaimana pesan tersebut akan diterima. Menggunakan bahasa yang terlalu teknis, rumit, atau tidak dipahami oleh audiens dapat menyebabkan kesalahpahaman, kebingungan, atau bahkan resistensi. Sebaliknya, kemampuan untuk menyesuaikan gaya komunikasi, menggunakan bahasa yang mudah dipahami, dan mempertimbangkan sensitivitas audiens adalah kunci untuk membangun kepercayaan dan mencapai tujuan komunikasi yang efektif.

Lebih lanjut, ayat ini juga menyoroti pentingnya menjaga integritas dan semangat di tengah tekanan. Para pejabat Yehuda tidak langsung menyerah pada taktik demoralisasi Rabsake. Mereka mengambil langkah proaktif untuk melindungi rakyat mereka dari dampak pesan yang merusak. Ini mengingatkan kita bahwa dalam menghadapi tantangan, baik personal maupun profesional, kita perlu bersikap bijak, strategis, dan berusaha untuk menjaga kekuatan internal kita serta orang-orang di sekitar kita. Kemampuan untuk mengontrol narasi dan membatasi penyebaran informasi yang merugikan adalah keterampilan yang sangat berharga.

Singkatnya, 2 Raja-Raja 18:26 adalah pengingat abadi bahwa komunikasi yang efektif bukan hanya tentang apa yang dikatakan, tetapi juga bagaimana, kapan, dan kepada siapa itu dikatakan. Kemampuan untuk memilih kata yang tepat dan menyampaikan pesan dengan cara yang paling dapat diterima adalah sebuah seni dan strategi yang mendasar, yang membantu kita menavigasi berbagai situasi dengan lebih baik dan membangun hubungan yang lebih kuat.