2 Raja-Raja 18:3 - Ketaatan Raja Hizkia

"Dengan perantaraan tuhandan raja-raja tuhan, raja-raja dan para penguasa seluruh Israel, dari Gunung Gerizim sampai ke semua bagian utara Yehuda, dari tempat-tempat di mana orang menyembah berhala. Ia mencabut mezbah-mezbah dan tiang-tiang berhala yang diangkat oleh generasi sebelumnya, serta menyingkirkan benda-benda yang ditinggalkan. Ia mematahkan dan menghancurkan patung-patung dewa yang disembah kaumnya dan kemudian ia membuangnya ke Laut Kidron."
Gambar yang melambangkan pemurnian dan ketaatan Kemurnian Iman

Simbol pemurnian dan kesetiaan dalam ketaatan.

Ayat dari 2 Raja-Raja 18:3 menggambarkan sebuah momen krusial dalam sejarah Israel, yaitu masa pemerintahan Raja Hizkia. Ayat ini tidak hanya sekadar catatan sejarah, tetapi juga menjadi sumber inspirasi tentang pentingnya ketaatan kepada Tuhan dan upaya pemurnian rohani. Hizkia, seorang raja dari Yehuda, dikenal karena kebijaksanaannya dan komitmennya untuk mengembalikan umat Israel kepada jalan yang benar, menjauhi penyembahan berhala yang telah merusak banyak generasi sebelumnya.

Deskripsi dalam ayat ini sangat jelas: Hizkia tidak hanya berhenti pada tingkat teoritis. Ia bertindak nyata. Ia memerintahkan untuk mencabut mezbah-mezbah yang digunakan untuk menyembah dewa-dewa asing. Mezbah-mezbah ini seringkali dibangun di tempat-tempat tinggi, yang menjadi pusat kegiatan penyembahan berhala. Tindakan ini menunjukkan keberanian dan keteguhan hati Hizkia dalam menghadapi tradisi yang sudah mengakar dan bahkan mungkin mendapat perlawanan dari para pengikut berhala.

Lebih lanjut, Hizkia juga memerintahkan untuk menyingkirkan tiang-tiang berhala, simbol-simbol paganisme yang menyebar di seluruh wilayah Yehuda, dari pegunungan Gerizim hingga daerah-daerah terpencil. Tujuannya adalah untuk membersihkan tanah dari segala bentuk kekafiran. Tindakan ini mencerminkan visi yang luas dari Hizkia untuk mengembalikan kesetiaan Israel hanya kepada satu Tuhan, yaitu Tuhan semesta alam. Ia ingin mengembalikan kemurnian ibadah seperti yang telah diajarkan oleh para nabi dan para leluhur yang taat.

Ayat ini juga menyebutkan bahwa Hizkia "mematahkan dan menghancurkan patung-patung dewa yang disembah kaumnya". Ini adalah tindakan fisik yang menunjukkan ketidakkompromiannya terhadap segala sesuatu yang dianggap najis di mata Tuhan. Patung-patung ini bukan sekadar benda mati, tetapi mewakili ilah-ilah palsu yang menyesatkan umat dan membawa mereka menjauh dari sumber kehidupan sejati. Tindakan menghancurkan patung-patung ini melambangkan pemutusan total dengan masa lalu yang penuh dosa dan kegagalan.

Puncak dari tindakan pemurnian ini adalah Hizkia "membuangnya ke Laut Kidron". Laut Kidron, yang terletak di sebelah timur Yerusalem, menjadi tempat pembuangan simbolis dari segala sesuatu yang telah mengotori spiritualitas Israel. Tindakan ini bukan hanya sekadar pembuangan fisik, tetapi juga merupakan deklarasi penolakan terhadap penyembahan berhala dan penegasan kembali perjanjian dengan Tuhan.

Kisah Raja Hizkia, sebagaimana dicatat dalam 2 Raja-Raja 18:3, menjadi pengingat yang kuat bagi setiap individu dan komunitas. Ia mengajarkan bahwa ketaatan kepada Tuhan seringkali memerlukan tindakan tegas untuk meninggalkan kebiasaan lama yang buruk dan segala bentuk penyembahan yang keliru. Pemurnian rohani bukanlah proses yang pasif, melainkan sebuah perjuangan aktif untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya. Semangat Hizkia untuk memulihkan ketaatan murni kepada Tuhan adalah teladan yang terus relevan hingga kini.