2 Tawarikh 11:21 - Sukacita Rehobam dan Kekuatan Tuhan

"Dan Rehabeam mengurungkan niatnya untuk memerangi Israel, lalu kembali ke Yerusalem." (2 Tawarikh 11:21)
DAMAI

Simbol perdamaian dan ketenangan

Ayat 2 Tawarikh 11:21 mencatat sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Raja Rehobeam. Setelah keruntuhan Kerajaan Israel Bersatu akibat kesombongan dan ketidakbijaksanaan Salomo yang dilanjutkan oleh Rehobeam, sepuluh suku Israel memisahkan diri dan membentuk kerajaan utara. Hal ini menciptakan situasi yang tegang dan penuh potensi konflik antara dua kerajaan saudara.

Rehobeam, yang kini hanya memerintah atas suku Yehuda dan Benyamin, merasa perlu untuk merebut kembali wilayah yang hilang dan menyatukan kembali kerajaan di bawah kekuasaannya. Ia mengumpulkan pasukan besar dari Yehuda dan Benyamin, dengan tujuan yang jelas: menyerang Israel utara dan memaksa mereka untuk kembali tunduk. Semangat peperangan dan keinginan untuk memulihkan kejayaan kerajaan masa lalu jelas terasa.

Namun, ada campur tangan ilahi yang signifikan pada momen krusial ini. Tuhan berbicara kepada Rehabeam melalui nabi Semaya, dengan jelas menyatakan bahwa perpecahan ini adalah kehendak Tuhan sebagai akibat dosa-dosa ayahnya dan juga dosa-dosa bangsa Israel itu sendiri. Tuhan melarang Rehobeam untuk memerangi kerabatnya, agar tidak ada lagi pertumpahan darah di antara saudara sebangsa. Perintah Tuhan ini bersifat mutlak dan membawa pesan peringatan serta kebijaksanaan.

Di sinilah ayat 2 Tawarikh 11:21 menjadi sangat bermakna: "Dan Rehabeam mengurungkan niatnya untuk memerangi Israel, lalu kembali ke Yerusalem." Keputusan Rehabeam untuk mematuhi firman Tuhan adalah titik balik yang krusial. Alih-alih melanjutkan rencananya yang berpotensi menghancurkan, ia memilih untuk mendengarkan suara Tuhan, meskipun itu berarti harus menerima kenyataan pahit perpecahan kerajaan. Ini adalah tindakan iman yang membutuhkan kerendahan hati dan penyerahan diri kepada kehendak Sang Pencipta.

Keputusan ini bukan hanya menghentikan perang saudara, tetapi juga memungkinkan kedua kerajaan untuk melanjutkan jalan hidup masing-masing di bawah pengawasan Tuhan. Bagi Kerajaan Yehuda, keputusan ini membuka jalan untuk konsolidasi kekuasaan di wilayah yang tersisa dan untuk fokus pada penguatan iman serta pembangunan rohani, meskipun diwarnai dengan tantangan dan kemurtadan di kemudian hari. Bagi Israel utara, keputusan ini memberikan kesempatan untuk membentuk identitas mereka sendiri, meski akhirnya mereka pun jatuh dalam penyembahan berhala dan dihukum.

Kisah ini mengajarkan kita bahwa, meskipun terkadang situasi terasa sangat mendesak dan dorongan emosional ingin segera bertindak, ada hikmat yang lebih besar dalam mendengarkan tuntunan Tuhan. Tuhan seringkali bekerja dalam cara yang tidak kita duga, dan ketaatan pada firman-Nya, betapapun sulitnya, selalu membawa berkat jangka panjang. Ayat ini mengingatkan kita akan kekuatan kasih karunia Tuhan, yang bahkan di tengah perpecahan, masih memberikan kesempatan untuk kedamaian dan pemulihan, terutama ketika manusia memilih untuk berserah pada kehendak-Nya.