Ayat 2 Tawarikh 12:9 ini membawa kita pada sebuah momen krusial dalam sejarah Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan Rehabeam, putra Salomo. Ayat ini secara gamblang menggambarkan situasi kerajaan yang telah mengalami kemerosotan akibat kepemimpinan yang tidak bijaksana. Perikop ini merujuk pada invasi Syekek, raja Mesir, yang menyerang Yerusalem karena Rehabeam telah meninggalkan hukum TUHAN. Hal ini menunjukkan konsekuensi dari kesombongan dan penolakan terhadap ajaran ilahi.
Namun, yang menarik dari ayat ini adalah penekanannya pada akumulasi kekayaan dan kekuatan yang justru terancam atau bahkan telah direbut. Rehabeam, seperti ayahnya, Salomo, diwarisi kekayaan yang melimpah. Namun, berbeda dengan Salomo yang memanfaatkannya untuk kemuliaan Tuhan, Rehabeam tampaknya lebih terfokus pada pengumpulan harta benda dan membangun kekuatan militer, bahkan hingga harus "mengambil lebih banyak emas dari Mesir" dan memerintahkan pembuatan tameng emas. Upaya-upaya ini, bukannya mengamankan kerajaannya, justru menjadi simbol kerapuhan dan ketergantungan pada sumber daya duniawi.
Ilustrasi visual kekayaan dan konsekuensi kepemimpinan.
Ayat ini menyiratkan bahwa kekayaan yang dikumpulkan, bahkan yang diperoleh melalui penaklukan dan pembebanan kepada rakyat, tidak menjamin keamanan atau kejayaan yang langgeng. Sebaliknya, hal tersebut justru bisa menjadi sumber masalah dan eksploitasi. Syekek, raja Mesir, tidak hanya mengambil harta benda yang sebelumnya dikumpulkan Rehabeam, tetapi juga memperbudak rakyatnya, menunjukkan bahwa kekayaan tanpa hikmat dan keadilan hanya akan mengundang kehancuran.
Konteks sejarah ini mengajarkan kita pelajaran berharga tentang prioritas. Apakah kita lebih fokus pada pengumpulan harta benda duniawi dan membangun kekuatan yang rapuh, ataukah kita menempatkan ketaatan pada prinsip-prinsip ilahi sebagai pondasi utama? 2 Tawarikh 12:9 mengingatkan bahwa kekayaan dan kekuasaan yang diperoleh dengan cara yang salah, atau tanpa landasan moral yang kuat, pada akhirnya akan menjadi sia-sia, bahkan dapat berbalik menjadi beban yang menindas.
Rehabilitasi moral dan spiritual kerajaan adalah kunci pemulihan sejati, bukan sekadar akumulasi materi. Ketika Rehabeam dan rakyatnya akhirnya merendahkan diri setelah invasi Syekek, mereka menemukan kembali anugerah dan perlindungan Tuhan. Ini menjadi pengingat bahwa kesetiaan kepada Tuhan dan keadilan sosial jauh lebih berharga daripada segala emas dan kekayaan duniawi yang dapat dikumpulkan. Ayat ini menantang kita untuk memeriksa bagaimana kita mengelola sumber daya dan kekuasaan yang dipercayakan kepada kita.