"Dan lihatlah, Allah sendiri ada di depanmu, dan para imam-Nya dengan nafiri-nafiri-Nya untuk meniup seremoni melawan kamu. Hai orang Israel, janganlah kamu berperang melawan TUHAN, Allah nenek moyangmu, sebab kamu tidak akan berhasil."
Ayat 2 Tawarikh 13:12 ini merupakan pengingat yang kuat tentang keikutsertaan ilahi dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam menghadapi tantangan dan konflik. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini diucapkan oleh Abia, raja Yehuda, kepada Yerobeam, raja Israel, sebelum pertempuran yang menentukan. Abia mengingatkan Yerobeam bahwa pertempuran mereka bukanlah sekadar konflik antar kerajaan, melainkan sebuah pertempuran yang melibatkan Tuhan sendiri. Keberanian dan keyakinan Abia tidak bersumber dari kekuatan militer semata, melainkan dari pemahamannya bahwa Tuhan ada di pihak yang benar dan membela umat-Nya yang taat.
Perkataan "Allah sendiri ada di depanmu" memberikan gambaran bahwa Tuhan tidak hanya sekadar menjadi saksi, tetapi aktif memimpin dan melindungi umat-Nya. Hal ini menegaskan bahwa kekuatan terbesar bukanlah pada jumlah tentara atau strategi perang yang canggih, melainkan pada kehadiran dan kuasa ilahi. Para imam yang membawa nafiri-nafiri juga melambangkan upacara keagamaan dan pemanggilan hadirat Tuhan. Bunyi nafiri bukan hanya sebagai isyarat perang, tetapi juga sebagai panggilan untuk bersandar pada Tuhan dan mengakui bahwa kemenangan adalah anugerah-Nya.
Peringatan "janganlah kamu berperang melawan TUHAN" adalah inti dari pesan ini. Abia menyadari bahwa Yerobeam dan pasukannya sedang berperang melawan kehendak Tuhan yang telah menetapkan garis keturunan Daud sebagai raja Yehuda. Melawan Tuhan berarti melawan otoritas tertinggi, sebuah tindakan yang pasti akan membawa kehancuran. Ini mengajarkan kita bahwa dalam segala perjuangan hidup, penting untuk memastikan bahwa tindakan kita sejalan dengan kehendak Tuhan. Melawan kebenaran atau prinsip-prinsip ilahi akan selalu berakhir dengan kegagalan, betapapun kuatnya usaha yang kita lakukan.
Di era modern ini, ayat ini memiliki relevansi yang mendalam. Kita mungkin tidak berperang dalam arti harfiah dengan senjata, tetapi kita menghadapi berbagai pertempuran: perjuangan melawan godaan, tantangan dalam pekerjaan, konflik dalam hubungan, atau bahkan perjuangan iman itu sendiri. Prinsip yang sama berlaku: jika kita bertindak dalam ketaatan kepada Tuhan, bersandar pada kekuatan-Nya, dan memastikan tujuan kita selaras dengan kehendak-Nya, maka kita memiliki keyakinan bahwa Ia menyertai kita. Namun, jika kita memilih untuk menentang prinsip-prinsip-Nya atau bertindak dengan kesombongan, kita akan menghadapi konsekuensi yang sama dengan Yerobeam.
Menghadapi kesulitan sering kali membuat kita merasa kecil dan tak berdaya. Namun, 2 Tawarikh 13:12 mengingatkan kita bahwa kita tidak sendirian. Tuhan berjanji untuk hadir bersama umat-Nya yang berseru kepada-Nya. Kehadiran-Nya adalah sumber keberanian, pengharapan, dan kekuatan sejati. Sebagaimana para imam meniup nafiri sebagai tanda pengakuan akan Tuhan, demikian pula kita dapat mengakui Tuhan dalam setiap langkah kita, berserah pada tuntunan-Nya, dan mempercayai bahwa Ia yang memimpin kita akan membawa kita pada kemenangan yang sesungguhnya, bukan kemenangan yang hanya bersifat sementara, melainkan kemenangan yang kekal dalam kasih dan kebenaran-Nya.