Pada tahun kelima belas pemerintahan Raja Yerobeam, Abiya menjadi raja atas Yehuda, dan ia memerintah di Yerusalem tiga tahun lamanya. Ibunya bernama Mikhaia binti Uriel dari Gibea. Lalu ada perang antara Abiya dan Yerobeam. Abiya mengumpulkan pasukan empat ratus ribu orang yang gagah perkasa, dan Yerobeam mempersiapkan delapan ratus ribu orang yang gagah perkasa. Abiya bangkit berdiri di atas gunung Semaraim, di pegunungan Efraim, dan berkata, "Dengarlah aku, Yerobeam dan seluruh Israel! Tidakkah kamu tahu bahwa TUHAN, Allah Israel, memberikan kerajaan kepada Daud dan keturunannya untuk selama-lamanya dengan perjanjian garam? Tetapi Yerobeam bin Nebat, hamba Daud, bangkit memberontak terhadap tuannya. Dan orang-orang sembrono, orang-orang dari kaum Bezaleel, berkumpul bersama dia dan melawan Rehabeam, anak Salomo, ketika ia masih muda dan belum memiliki keyakinan yang teguh untuk berdiri menghadapi mereka. Dan sekarang, kamu berupaya untuk mengalahkan kerajaan TUHAN yang ada di tangan keturunan Daud; kamu adalah banyak orang, dan kamu memiliki anak lembu emas yang dibuat Yerobeam untukmu sebagai allah. Bukankah kamu telah mengusir imam-imam TUHAN, keturunan Harun, dan orang-orang Lewi? Dan kamu telah mengangkat imam-imammu sendiri seperti bangsa-bangsa lain? Setiap orang yang datang untuk menahbiskan dirinya dengan seekor lembu jantan muda dan tujuh domba jantan, ia dapat menjadi imam bagi allah yang bukan allah. Tetapi bagi kita, TUHAN adalah Allah kita, dan kita tidak meninggalkan Dia. Dan imam-imam yang melayani TUHAN adalah keturunan Harun dan orang-orang Lewi, yang melayani di Yerusalem, mempersembahkan korban bakaran kepada TUHAN setiap pagi dan setiap petang, dan membakar ukupan dari wangi-wangian; dan mereka menata roti sajian di atas meja yang murni; dan ada kaki dian emas dengan lampu-lampunya untuk menyalakannya setiap petang; karena kita memelihara kewajiban kepada TUHAN, Allah kita, tetapi kamu telah meninggalkan Dia. Ketahuilah, Allah ada bersama kita di depan; dan imam-imam-Nya dengan trompet sangkakala untuk menyuarakan peringatan terhadap kamu. Hai orang Israel, janganlah kamu berperang melawan TUHAN, Allah nenek moyangmu, karena kamu tidak akan berhasil."
Kisah Abiya dalam pasal 13 dari Kitab 2 Tawarikh memberikan pelajaran yang sangat penting tentang pentingnya kepercayaan kepada Tuhan, terutama di tengah konflik dan tantangan. Abiya, raja Yehuda, dihadapkan pada kekuatan militer yang jauh lebih besar dari Yerobeam, raja Israel. Namun, bukannya mengandalkan kekuatan pasukannya semata, Abiya justru berpidato dengan keyakinan yang kuat, mengingatkan pasukannya tentang janji Tuhan kepada Daud dan keturunannya, serta mengingatkan mereka tentang kesetiaan kepada Tuhan.
Pidato Abiya adalah pengingat bahwa ukuran kekuatan bukan hanya dilihat dari jumlah pasukan, tetapi lebih dari segalanya, dari keberadaan dan campur tangan Tuhan. Ia menekankan bahwa Israel telah meninggalkan Tuhan dan menyembah berhala, sementara Yehuda tetap setia. Hal ini menjadi dasar keyakinannya bahwa Tuhan akan membela mereka. Kemenangan yang diraih Yehuda dalam pertempuran ini bukanlah hasil dari strategi militer yang superior, melainkan hasil dari iman yang teguh kepada Allah. Tuhan yang menjadi penolong dan benteng mereka.
Dan Asa melakukan apa yang baik dan benar di mata TUHAN, Allahnya. Ia menyingkirkan mezbah-mezbah asing dan bukit-bukit pengorbanan, memecahkan tugu-tugu berhala, dan menebang tiang-tiang Asyera. Ia memerintahkan Yehuda untuk mencari TUHAN, Allah nenek moyang mereka, dan untuk mematuhi hukum dan perintah-Nya. Ia juga menyingkirkan dari semua kota Yehuda persembahan-persembahan tinggi dan mezbah-mezbah kemenyan; dan kerajaan itu tenang di bawah pemerintahannya. Ia membangun kota-kota bertembok di Yehuda, karena negeri itu telah tenang, dan ia tidak berperang melawan mereka selama tahun-tahun itu, sebab TUHAN telah memberinya ketenangan. Ia berkata kepada Yehuda, "Marilah kita membangun kota-kota ini dan mengelilinginya dengan tembok dan menara, gerbang dan palang, sementara negeri ini masih berada di tangan kita, karena kita telah mencari TUHAN, Allah nenek moyang kita; maka Ia telah memberi kita ketenangan di segala penjuru." Maka mereka membangun dan berhasil. Dan Asa memiliki pasukan tiga ratus ribu orang dari Yehuda, yang membawa perisai besar dan lembing, dan dari Benyamin dua ratus delapan puluh ribu orang yang membawa perisai kecil dan memanah; semuanya adalah orang-orang yang gagah perkasa. Lalu Zerah orang Etiopia datang melawan mereka dengan pasukan satu juta orang dan tiga ratus kereta perang. Ketika Asa melihat itu, ia bangkit berdiri dan memohon kepada TUHAN, Allahnya, dan berkata, "Ya TUHAN, bagi-Mu tidak ada perbedaan untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang. Tolonglah kami, ya TUHAN, Allah kami, karena kami bersandar kepada-Mu, dan demi nama-Mu kami datang melawan gerombolan ini. Ya TUHAN, Engkau adalah Allah kami; jangan biarkan manusia dapat berbuat melawan Engkau." Maka TUHAN mengalahkan orang-orang Etiopia di hadapan Asa dan di hadapan Yehuda, dan orang-orang Etiopia lari. Dan Asa dan rakyat yang bersamanya mengejar mereka sampai ke Gerar, dan orang-orang Etiopia tewas begitu banyak sehingga tidak ada yang dapat bangkit kembali; karena mereka telah dihancurkan oleh TUHAN dan oleh tentara-Nya. Dan orang-orang Yehuda mengambil banyak rampasan.
Pasal 14 menceritakan tentang Raja Asa, penerus Abiya, yang juga menunjukkan kesetiaan kepada Tuhan. Asa memulai pemerintahannya dengan melakukan pembaruan rohani besar-besaran. Ia menyingkirkan segala bentuk penyembahan berhala dan memulihkan ibadah yang benar kepada Tuhan. Tindakannya ini tidak hanya memurnikan umat Yehuda secara spiritual, tetapi juga membawa dampak positif pada stabilitas kerajaan. Dengan keyakinan kepada Tuhan, Asa mendapatkan ketenangan dalam pemerintahannya.
Ketika ancaman besar datang dalam bentuk invasi dari Zerah orang Etiopia dengan pasukan yang sangat besar, Raja Asa tidak berputus asa. Ia sekali lagi menunjukkan bahwa sumber kekuatannya adalah Tuhan. Dalam doanya, Asa mengakui kelemahan dirinya dan pasukannya, tetapi ia menaruh seluruh harapannya pada Tuhan. Keberanian dan imannya yang tulus menghasilkan kemenangan yang spektakuler. Tuhan sendiri yang mengalahkan musuh-musuh Asa, membuktikan bahwa kekuatan Tuhan jauh melampaui kekuatan manusia. Kemenangan ini bukan hanya kemenangan militer, tetapi juga menegaskan kembali bahwa kesetiaan kepada Tuhan mendatangkan perlindungan dan keberhasilan. Kedua pasal ini mengajarkan kita bahwa dalam setiap situasi, baik itu perang maupun masa damai, kepercayaan yang teguh kepada Tuhan adalah kunci untuk menghadapi segala sesuatu dan mengalami kemenangan sejati.