"Pada waktu itu TUHAN menjadi pendendam melawan Yerobeam dan orang Israel. Tetapi Abiam, raja Yehuda, berseru kepada Yerobeam dan orang Israel dalam suatu perkataan yang dikatakannya:"
Ayat 2 Tawarikh 13:8 mengacu pada momen penting dalam sejarah Kerajaan Israel dan Yehuda. Setelah kematian Salomo, kerajaan terpecah menjadi dua: Kerajaan Israel Utara yang dipimpin oleh Yerobeam, dan Kerajaan Yehuda Selatan yang dipimpin oleh raja-raja keturunan Daud. Kerajaan Utara, di bawah Yerobeam, memilih untuk menyembah berhala dan menjauh dari ketaatan kepada TUHAN. Hal ini menimbulkan ketegangan dan konflik antara kedua kerajaan tersebut. Ayat ini menyoroti bahwa TUHAN memandang tindakan Yerobeam dan orang Israel sebagai bentuk pemberontakan yang membutuhkan pendendam.
Abiam, raja Yehuda, yang berada di pihak yang taat kepada TUHAN, menggunakan ayat ini sebagai bagian dari argumennya dalam konfrontasi dengan Yerobeam. Ia mengingatkan Yerobeam akan kesalahannya dan ketidaklayakan Yerobeam untuk memerintah, terutama ketika dibandingkan dengan garis keturunan Daud yang diberkati TUHAN.
Istilah "pendendam" dalam ayat ini tidak boleh disalahartikan sebagai keinginan TUHAN untuk balas dendam yang picik. Sebaliknya, ini mencerminkan keadilan ilahi yang sempurna. TUHAN adalah Allah yang kudus dan adil, yang tidak dapat mentolerir dosa dan penyembahan berhala. Ketika umat-Nya berpaling dari-Nya dan memberontak, keadilan-Nya menuntut tindakan. Dalam konteks ini, "pendendam" berarti TUHAN bertindak untuk memulihkan ketertiban dan keadilan, menegakkan perjanjian-Nya, dan memberikan pelajaran kepada mereka yang memberontak.
Keadilan Allah juga tercermin dalam perlindungan-Nya terhadap garis keturunan Daud dan Kerajaan Yehuda, yang berusaha tetap setia kepada-Nya. TUHAN telah berjanji kepada Daud bahwa keturunannya akan memerintah selamanya, dan janji ini menjadi dasar bagi keberadaan Kerajaan Yehuda. Tindakan Yerobeam dan Kerajaan Israel Utara merupakan ancaman langsung terhadap janji ilahi ini, dan oleh karena itu, TUHAN akan bertindak untuk menegakkan kehendak-Nya.
Selain keadilan, ayat ini juga menyoroti kekuatan TUHAN yang tidak terbatas. Sebagai Pencipta dan Pengatur alam semesta, TUHAN memiliki otoritas mutlak atas segala sesuatu, termasuk kerajaan manusia. Ia dapat mengangkat dan menjatuhkan raja, membubarkan bangsa, dan menegakkan rencana-Nya meskipun ada perlawanan. Yerobeam dan pasukannya mungkin terlihat kuat di mata manusia, tetapi di hadapan kekuatan TUHAN, mereka tidak berarti.
Abiam, dalam pidatonya, menggunakan kekuatan dan otoritas TUHAN sebagai dasar argumennya. Ia menegaskan bahwa raja Israel yang memberontak tidak memiliki dasar yang sah untuk memerintah, terutama ketika dibandingkan dengan "pemerintahan yang gagah perkasa" yang diberikan TUHAN kepada keturunan Daud. Penekanan pada kekuatan TUHAN bertujuan untuk mengintimidasi dan mengingatkan Yerobeam akan konsekuensi dari perlawanannya terhadap kehendak ilahi. Kisah ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati tidak terletak pada jumlah tentara atau kekayaan duniawi, tetapi pada ketaatan kepada TUHAN dan pengakuan atas kedaulatan-Nya.
Pesan 2 Tawarikh 13:8 melampaui konteks sejarah kuno. Ini mengingatkan kita bahwa TUHAN adalah Allah yang adil dan berkuasa. Dosa dan pemberontakan tidak akan pernah dibiarkan tanpa konsekuensi. Keadilan-Nya akan selalu ditegakkan, baik melalui peringatan, hukuman, maupun pemulihan.
Bagi individu, ini adalah panggilan untuk hidup dalam ketaatan kepada TUHAN. Ketika kita menyimpang dari jalan-Nya, kita mungkin mengalami konsekuensi dari ketidaktaatan tersebut. Sebaliknya, ketika kita berserah kepada kekuasaan-Nya dan hidup sesuai dengan kehendak-Nya, kita dapat mengalami kedamaian, perlindungan, dan kekuatan yang sejati. Kepercayaan pada keadilan dan kekuatan TUHAN memberi kita kepastian bahwa segala sesuatu pada akhirnya akan berada dalam kendali-Nya, dan rencana-Nya yang sempurna akan terwujud.