"Dan Asa menjadi raja atas Yehuda. Ia memerintah lima tahun lamanya. Ibunya bernama Maakha, cucu Abisalom."
Ayat ini membawa kita kepada sosok Raja Asa dari Yehuda, seorang pemimpin yang dikenal karena usahanya untuk membawa bangsanya kembali kepada penyembahan yang benar kepada Tuhan. Pernyataannya bahwa "Asa menjadi raja atas Yehuda" menandai dimulainya periode pemerintahan yang membawa perubahan signifikan, didasarkan pada iman dan keteguhan. Periode lima tahun awal pemerintahannya adalah waktu krusial untuk menata kembali kerajaan dan mendirikan fondasi spiritual yang kuat.
Penting untuk dicatat bahwa ibu kota Yehuda pada masa itu adalah Yerusalem, pusat ibadah dan pemerintahan. Dalam konteks sejarahnya, Asa mengambil alih pemerintahan dari ayahnya, Abia, yang di masa itu tidak dihormati karena kejahatannya. Namun, Asa memilih jalan yang berbeda. Ia menyingkirkan mezbah-mezbah asing dan tugu-tugu berhala, serta memerintahkan orang Yehuda untuk mencari Tuhan, Allah nenek moyang mereka, dan berpegang pada hukum serta perintah-perintah-Nya. Tindakan ini menunjukkan komitmennya yang mendalam untuk mengembalikan bangsa tersebut kepada perjanjian mereka dengan Tuhan.
Meskipun ayat ini hanya menyebutkan bahwa ia "memerintah lima tahun lamanya" dan menyebutkan nama ibunya, Maakha, ini adalah awal dari kisah yang lebih besar tentang imannya yang teruji. Dalam 2 Tawarikh pasal 14, kita melihat bagaimana Tuhan memberkati Asa karena ia telah menetapkan hatinya untuk mencari Tuhan. Ketika menghadapi invasi besar dari Ehiopia yang dipimpin oleh Zerak dengan sejuta prajurit dan tiga ratus kereta perang, Asa tidak berserah pada keputusasaan atau kekuatan militer semata. Sebaliknya, ia berseru kepada Tuhan, mengakui ketidakmampuannya sendiri tetapi mempercayai kuasa ilahi.
Doa Asa, "Ya TUHAN, pada-Mu ada kekuatan dan kekuasaan; tidak ada seorang pun yang dapat menahan Engkau," menjadi inti dari narasi ini. Ia mengakui bahwa kemenangan bukanlah milik dirinya atau tentaranya yang lebih kecil, melainkan sepenuhnya milik Tuhan. Dan Tuhan mendengar seruannya. Tuhan menghancurkan orang Ehiopia di hadapan Asa dan orang Yehuda, yang memungkinkan Asa dan rakyatnya untuk menjarah harta rampasan perang yang melimpah. Ini bukan sekadar kemenangan militer; ini adalah manifestasi dari kesetiaan Tuhan kepada mereka yang mencari Dia dengan sungguh-sungguh.
Kisah Asa dalam 2 Tawarikh 14:8 dan pasal-pasal berikutnya mengajarkan kepada kita pelajaran yang berharga. Iman bukanlah sekadar keyakinan pasif, melainkan sebuah tindakan yang aktif. Mengingat bahwa Asa memerintah lima tahun, ini memberinya kesempatan untuk membangun dasar yang kokoh dalam iman. Ketika badai datang, fondasi itu terbukti kuat. Perintahnya untuk mencari Tuhan, berpegang pada hukum-Nya, dan menyingkirkan penyembahan berhala, adalah langkah-langkah konkret yang mengarahkan Yehuda pada berkat dan perlindungan ilahi. Kita dipanggil untuk meneladani Raja Asa, bukan dalam kepemimpinan politiknya, tetapi dalam komitmennya yang teguh untuk mencari dan mengandalkan Tuhan dalam segala situasi, percaya bahwa dengan iman, kemenangan sejati selalu mungkin.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang kisah Raja Asa dan hikmat yang terkandung di dalamnya, Anda dapat merujuk pada Kitab 2 Tawarikh pasal 14.