"Dan pada zaman itu tidak ada kedamaian bagi siapa yang keluar masuk, bahkan kesusahan yang besar menimpa semua penduduk negeri."
Ayat dari 2 Tawarikh 15:5 menggambarkan sebuah periode kegelisahan dan ketidakamanan yang melanda negeri. Frasa "tidak ada kedamaian bagi siapa yang keluar masuk" dan "kesusahan yang besar menimpa semua penduduk negeri" melukiskan gambaran yang suram, di mana kehidupan sehari-hari dipenuhi ketakutan dan ketidakpastian. Dalam konteks sejarahnya, ayat ini merujuk pada masa pemerintahan Raja Asa dari Yehuda. Meskipun Asa adalah raja yang berusaha membawa pemulihan spiritual dan politik bagi kerajaannya, ia juga menghadapi tantangan besar dari dalam maupun luar. Umat Allah pada masa itu seringkali terpecah belah karena penyembahan berhala dan ketidaktaatan, yang pada akhirnya membawa konsekuensi berupa ketidakstabilan dan penderitaan.
Kondisi yang digambarkan dalam 2 Tawarikh 15:5 bukanlah asing bagi pengalaman manusia. Sejarah selalu mencatat masa-masa ketika peperangan, ketidakadilan, bencana alam, atau krisis sosial melanda berbagai bangsa. Kehidupan terasa berat, setiap langkah penuh keraguan, dan masa depan tampak kelam. Ketakutan menjadi bayangan yang selalu mengikuti, dan rasa aman menjadi sesuatu yang langka. Ayat ini mengingatkan kita bahwa kehidupan di dunia ini tidak selalu mulus. Ada kalanya kita harus melewati lembah kekelaman, menghadapi badai kehidupan, dan merasakan betapa rapuhnya kedamaian duniawi.
Namun, di tengah gambaran kesusahan tersebut, kita juga dapat menemukan pesan harapan dan kekuatan. Konteks kitab Tawarikh, yang seringkali menekankan kesetiaan Allah kepada umat-Nya dan pentingnya ketaatan, memberikan perspektif yang lebih luas. Ayat ini hadir untuk menegaskan bahwa meskipun manusia seringkali jatuh dalam ketidaktaatan dan mengalami konsekuensinya, Allah tetap menjadi sumber kedamaian sejati yang abadi. Dalam kesusahan, umat yang mencari Allah dengan tulus dapat menemukan perlindungan dan ketenangan hati yang tidak dapat dirampas oleh keadaan dunia.
Kisah Raja Asa sendiri menunjukkan bahwa ketika ia berbalik kepada Allah dan membuang berhala-berhala, Allah memberikan kemenangan dan kedamaian bagi kerajaannya. Ini mengajarkan bahwa ada sebuah kekuatan ilahi yang dapat mengatasi segala kekacauan. Kedamaian yang dimaksud dalam ayat ini bukan sekadar ketiadaan konflik fisik, melainkan sebuah keadaan sejahtera yang bersumber dari hubungan yang benar dengan Sang Pencipta. Ketika kita menempatkan iman kita pada Allah, bahkan di tengah badai terburuk sekalipun, kita dapat mengalami kedamaian batin yang teguh. 2 Tawarikh 15:5 menjadi pengingat penting bahwa kedamaian sejati, yang melampaui segala pemahaman, hanya dapat ditemukan dalam hadirat Tuhan.
Dalam dunia yang terus berubah dan seringkali penuh ketidakpastian, ayat ini mengajak kita untuk merenungkan di mana kita mencari kedamaian. Apakah kita mengandalkan sumber-sumber sementara dunia, ataukah kita bersandar pada Allah yang kekal? Kebijaksanaan dari 2 Tawarikh 15:5 menuntun kita untuk menemukan jangkar ketenangan kita pada kekuatan yang lebih besar dari segala kesulitan.