Kutipan dari Kitab 2 Tawarikh pasal 18 ayat 14 ini membawa kita pada sebuah momen krusial dalam narasi yang melibatkan Raja Yosafat dari Yehuda dan Raja Ahab dari Israel. Kalimat singkat namun penuh makna ini diucapkan oleh salah satu penasihat, yang menyetujui usulan untuk melanjutkan strategi perang, meskipun ada keraguan dari pihak raja.
Konteks dan Makna Ayat
Pada titik ini, Yosafat telah bergabung dengan Ahab untuk berperang melawan Aram di Ramot-gilead. Namun, Yosafat merasa ada kebutuhan untuk mencari nasihat dari nabi Tuhan. Ahab memanggil sekitar empat ratus nabi, yang semuanya memberikan ramalan positif, meyakinkan kedua raja bahwa mereka akan menang. Yosafat, dengan bijaksana, merasa ada yang kurang dan menanyakan apakah tidak ada nabi Tuhan yang lain yang bisa mereka tanyai.
Ahab menyebutkan Mikha bin Yimla, tetapi dengan nada skeptis, mengatakan bahwa ia membenci orang itu karena tidak pernah menubuatkan hal yang baik tentangnya, melainkan selalu hal yang buruk. Meskipun demikian, Yosafat bersikeras untuk memanggil Mikha. Ketika Mikha akhirnya datang, ia memberikan ramalan yang sangat berbeda. Ia melihat seluruh Israel tersebar di gunung-gunung seperti domba yang tidak punya gembala, dan Tuhan berkata, "Orang-orang ini tidak punya tuan. Biarlah mereka masing-masing kembali ke rumahnya dengan selamat."
Sontak saja, Ahab dan para nabi palsunya marah besar mendengar ramalan Mikha. Salah seorang nabi palsu, Zedekia bin Kenana, maju dan menampar Mikha, menantangnya, "Jalan mana Roh TUHAN meninggalkan aku untuk berbicara kepadamu?" Mikha membalas dengan prediksi yang lebih suram, bahwa Ahab akan melarikan diri ke rumahnya dalam keadaan malu.
Respons "Baiklah, Jika Engkau Berkata Demikian, Cobalah Saja"
Di tengah ketegangan dan perbedaan pendapat yang tajam ini, muncullah kalimat, "Baiklah, jika engkau berkata demikian, cobalah saja." Kalimat ini, yang diucapkan oleh seorang penasihat atau mungkin salah satu dari orang-orang yang hadir, mencerminkan beberapa hal:
Pelajaran untuk Kehidupan
2 Tawarikh 18:14 mengingatkan kita akan pentingnya mencari kebenaran dan hikmat yang sejati. Dalam setiap keputusan, baik pribadi, profesional, maupun spiritual, kita perlu berhati-hati terhadap nasihat yang tampaknya meyakinkan tetapi tidak berakar pada prinsip-prinsip yang benar. Seringkali, jalan yang mudah atau yang disukai banyak orang bukanlah jalan yang terbaik di hadapan Tuhan. Memilih untuk "mencoba saja" tanpa keyakinan yang kokoh dan nasihat yang saleh dapat membawa pada konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti yang dialami oleh Ahab.
Kisah ini juga menggarisbawahi pentingnya keberanian untuk menyampaikan kebenaran, seperti yang dilakukan oleh Mikha, meskipun itu tidak populer. Sebaliknya, bagi kita, penting untuk menjadi pendengar yang bijak, membedakan suara yang benar dari yang menyesatkan, dan tidak mudah terombang-ambing oleh tekanan atau popularitas. Ayat ini, meskipun singkat, memberikan pelajaran berharga tentang ketaatan, kebijaksanaan, dan konsekuensi dari pilihan kita.