Visualisasi pesan nubuat yang terabaikan.
Ayat 2 Tawarikh 18:29 merupakan bagian dari narasi yang menceritakan tentang Raja Ahab dari Israel yang bersekutu dengan Raja Yosafat dari Yehuda. Mereka bersama-sama merencanakan untuk menyerang Ramot di Gilead melawan Aram. Sebelum pertempuran dimulai, nabi Mikha, diutus oleh Tuhan, menyampaikan sebuah nubuat yang sangat spesifik kepada Raja Ahab. Nubuat ini bukan sekadar ramalan biasa, melainkan sebuah peringatan ilahi yang disampaikan melalui seorang hamba Tuhan.
Pada saat itu, banyak nabi palsu yang memberikan nasihat kepada raja-raja sesuai dengan keinginan mereka, seringkali dengan imbalan keuntungan pribadi. Mereka berbicara tentang kemenangan dan keberhasilan, mengabaikan kehendak Tuhan. Namun, Mikha berbeda. Ia berbicara atas nama Tuhan, meskipun mengetahui bahwa perkataannya akan membawa kabar buruk bagi Ahab. Ayat ini secara ringkas menyampaikan pesan Mikha: "Berkereta pergilah engkau, tetapi engkau akan kalah, sedang orangmu akan tercerai-berai." Ini adalah peringatan keras tentang kehancuran yang akan menimpa Ahab dan pasukannya.
Ironisnya, Raja Ahab mengabaikan peringatan dari nabi Mikha. Ia bahkan mencoba mengakali nasib dengan menyamar saat pertempuran, berharap musuhnya tidak akan mengenalinya. Namun, Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Dalam pertempuran itu, sebuah anak panah dilepaskan secara sembarangan dan mengenai sasaran yang tidak disangka-sangka: celah di antara pelat-pelat baju zirah Ahab. Ini adalah sebuah cara kematian yang tidak terduga, namun sesuai dengan nubuat yang telah diberikan. Anak panah yang "sembarangan" itu telah diarahkan oleh tangan Tuhan.
Kisah ini menekankan pentingnya mendengarkan firman Tuhan, bahkan ketika itu sulit didengar. Nabi Mikha, meskipun dihadapkan pada raja yang kuat dan dikelilingi oleh nabi-nabi yang menyesatkan, tetap setia menyampaikan pesan Tuhan. Keengganan Ahab untuk tunduk pada kebenaran ilahi akhirnya membawanya pada kehancuran. Ini adalah pelajaran abadi tentang konsekuensi dari menolak peringatan ilahi dan mengikuti nasihat yang keliru.
Meskipun peristiwa ini terjadi ribuan tahun lalu, maknanya tetap relevan bagi kita di zaman modern. Kita mungkin tidak menghadapi pertempuran fisik seperti Ahab, tetapi kita terus-menerus dihadapkan pada pilihan-pilihan yang melibatkan kebenaran dan kebohongan, hikmat dan kebodohan. Ada banyak "suara" yang mencoba membimbing kita, baik dari media, budaya, maupun dari orang-orang di sekitar kita. Penting bagi kita untuk belajar membedakan suara mana yang selaras dengan kebenaran firman Tuhan.
Seperti Ahab yang memilih untuk mendengarkan nabi-nabi palsu yang memanjakan telinganya, kita pun bisa tergoda untuk mengikuti jalan yang terasa lebih mudah atau lebih menyenangkan, meskipun bertentangan dengan prinsip-prinsip ilahi. Ayat 2 Tawarikh 18:29 mengingatkan kita bahwa kebenaran Tuhan, sekecil apapun atau sekeras apapun itu, selalu memiliki kekuatan dan konsekuensi. Ketaatan pada firman Tuhan membawa berkat, sementara penolakan seringkali berujung pada penyesalan dan kerugian. Marilah kita menjadi pribadi yang senantiasa merindukan kebenaran dan mau mendengar apa yang Tuhan firmankan melalui berbagai cara, agar kita dapat berjalan dalam jalan-Nya yang benar.
Selalu ingatlah firman Tuhan yang terdapat dalam 2 Tawarikh 18:29 sebagai pengingat akan pentingnya mendengarkan dan menaati-Nya.