"Dan ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, hanya saja tidak dengan segenap hati."
Ilustrasi: Tiga pilar kebaikan yang menopang jalan yang benar.
Ayat 2 Tawarikh 22:6 menggambarkan raja Yoas dari Yehuda. Setelah masa kekacauan dan pemerintahan yang buruk di bawah ibunya, Atalya, Yoas diangkat menjadi raja dan menunjukkan awal yang menjanjikan. Ia memulihkan ibadah di Bait Allah dan menyingkirkan praktek-praktek penyembahan berhala. Namun, seperti yang dicatat dalam ayat ini, meskipun tindakannya benar di hadapan Tuhan, ia melakukannya "tidak dengan segenap hati."
Ungkapan "tidak dengan segenap hati" menyiratkan sebuah keragu-raguan atau keterbatasan dalam ketulusan dan komitmen. Yoas mungkin melakukan hal yang benar karena tekanan keadaan, atau karena menuruti nasihat imam besar Yehoyada yang telah mengangkatnya. Namun, ketika tekanan itu mereda, atau ketika ia dihadapkan pada pilihan yang lebih sulit yang melibatkan pengorbanan pribadi, komitmennya mulai goyah. Ia tidak sepenuhnya meninggalkan hati dan jiwanya untuk mengikut Tuhan dengan setia. Ini adalah sebuah peringatan yang kuat bagi setiap orang percaya.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita seringkali dihadapkan pada situasi yang mirip dengan Yoas. Kita mungkin melakukan hal-hal yang baik, seperti membantu sesama, berbuat jujur dalam pekerjaan, atau bahkan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan. Namun, pertanyaannya adalah: apakah kita melakukannya dengan seluruh hati kita? Apakah motivasi kita murni dan semata-mata untuk memuliakan Tuhan?
"Tidak dengan segenap hati" bisa bermanifestasi dalam berbagai cara. Mungkin kita beramal, tetapi masih menyimpan ketamakan dalam hati. Kita mungkin berdoa, tetapi pikiran kita masih terpecah oleh kekhawatiran duniawi. Kita mungkin taat pada perintah-perintah tertentu, tetapi mengabaikan prinsip-prinsip kasih dan pengampunan yang lebih mendalam. Yoas akhirnya jatuh ke dalam penyembahan berhala lagi setelah kematian Yehoyada, sebuah bukti tragis dari hatinya yang tidak sepenuhnya terfokus pada Tuhan.
Ayat ini mengajak kita untuk introspeksi diri. Apakah iman kita hanya sebatas penampilan luar, ataukah telah meresapi seluruh keberadaan kita? Komitmen total kepada Tuhan berarti bahwa setiap aspek kehidupan kita, pikiran, perkataan, dan perbuatan, diarahkan untuk menyenangkan Dia. Ini adalah sebuah perjalanan berkelanjutan, sebuah perjuangan untuk selalu memperbarui hati kita agar senantiasa tertuju pada kebenaran dan kasih-Nya.
Untuk mencapai komitmen yang "segenap hati", kita perlu secara aktif mencari hadirat Tuhan melalui doa dan Firman-Nya. Kita perlu secara sadar menyerahkan semua aspek hidup kita kepada-Nya, termasuk ambisi, ketakutan, dan keinginan kita. Memohon Roh Kudus untuk membimbing dan mengubahkan hati kita adalah kunci utama. Ketika hati kita sungguh-sungguh mencintai Tuhan, tindakan kebaikan dan ketaatan akan mengalir secara alami dan tulus, bukan karena paksaan atau kewajiban semata, melainkan dari lubuk hati yang terdalam.