"Dan raja Yoas dan nabi Zakharia tidak ingat akan kebaikan yang telah dilakukan bapa Yoas, Amasia, kepadanya, lalu mereka membunuhnya dengan batu di pelataran rumah TUHAN."
Ayat 2 Tawarikh 24:22 menyajikan sebuah narasi yang memilukan dan sarat makna. Ayat ini menceritakan tentang tindakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Raja Yoas dan Nabi Zakharia terhadap kebaikan yang pernah diberikan oleh ayah Yoas, yaitu Amasia. Peristiwa tragis ini menggugah perenungan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk keadilan, kesetiaan, ingatan akan budi baik, dan konsekuensi dari tindakan yang tidak bermoral.
Konteks historis dari ayat ini merujuk pada masa pemerintahan Raja Yoas di Yehuda. Amasia, ayahnya, adalah raja yang memiliki rekam jejak yang beragam. Meskipun ia pernah berhasil mengalahkan Edom, ia juga pernah mengalami kekalahan dari Israel dan menghentikan pembangunan Yerusalem karena takut. Namun, yang menjadi sorotan di sini adalah kebaikan yang dilakukan Amasia yang kemudian dilupakan oleh putranya, Yoas, dan bahkan oleh Nabi Zakharia, yang seharusnya menjadi teladan moral dan spiritual bagi umat.
Kebaikan yang dimaksud dalam ayat ini kemungkinan besar merujuk pada tindakan Amasia yang melindungi Yoas dari kemarahan rakyat setelah peristiwa pemberontakan yang dipimpin oleh Ismael bin Netanya. Dalam situasi yang genting, Amasia berhasil menyelamatkan nyawa Yoas. Namun, ketika Yoas kemudian naik takhta dan mencapai masa kejayaannya, ia tampaknya melupakan jasa besar ayahnya tersebut. Yang lebih mengejutkan lagi adalah keterlibatan Nabi Zakharia. Sebagai seorang nabi, ia seharusnya menjadi suara kebenaran dan keadilan, membimbing umat untuk hidup sesuai dengan ketetapan Tuhan. Namun, dalam peristiwa ini, ia justru bersekongkol atau setidaknya tidak mencegah tindakan keji tersebut.
Peristiwa ini mengingatkan kita betapa rapuhnya ingatan manusia akan kebaikan. Dalam pusaran kekuasaan, ambisi, atau bahkan ketakutan, budi baik dapat dengan mudah terlupakan. Ayat ini secara tajam menyoroti kegagalan moral yang terjadi. Yoas, yang seharusnya membalas kebaikan dengan kebaikan, justru membalasnya dengan kekejaman. Zakharia, yang seharusnya membimbing ke jalan yang benar, justru terlibat dalam kegelapan.
Konsekuensi dari tindakan ini pun tidak luput dari catatan Kitab Suci. Meski ayat ini tidak merinci balasan ilahi secara langsung pada saat itu, sejarah selanjutnya menunjukkan bahwa Yoas pada akhirnya dihukum. Ia dikalahkan oleh Aram dan kemudian dibunuh oleh para pegawainya yang berkhianat. Hal ini menegaskan prinsip bahwa Tuhan melihat setiap perbuatan, baik yang baik maupun yang jahat, dan keadilan ilahi pada akhirnya akan berlaku.
Dari 2 Tawarikh 24:22, kita dapat menarik beberapa pelajaran penting. Pertama, pentingnya memiliki hati yang penuh syukur dan tidak mudah melupakan kebaikan orang lain. Kesetiaan dan pengakuan terhadap budi baik adalah fondasi hubungan yang sehat. Kedua, ini adalah pengingat bagi para pemimpin dan para rohaniwan untuk senantiasa hidup dalam integritas moral dan bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip kebenaran, tidak terpengaruh oleh tekanan atau godaan. Ketiga, ayat ini menegaskan bahwa tindakan kekejaman dan pengkhianatan tidak akan luput dari perhitungan ilahi. Selalu ada hikmat dan ketetapan dalam setiap alur sejarah yang pada akhirnya akan membawa pada keadilan.
Kisah ini menjadi sebuah pengingat abadi bahwa integritas, kesetiaan, dan ingatan akan kebaikan adalah nilai-nilai luhur yang patut dijaga dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Melupakan kebaikan adalah awal dari keruntuhan moral, yang pada akhirnya akan membawa konsekuensi yang berat.