2 Tawarikh 24 & 25
Representasi visual dari pewahyuan dan keadilan

2 Tawarikh 24 & 25

Kisah Pemulihan Iman dan Keadilan di Yehuda

Kitab 2 Tawarikh dalam Alkitab mencatat sejarah Kerajaan Yehuda, dengan penekanan khusus pada aspek spiritual dan pelayanan Bait Suci. Bab 24 dan 25 dari kitab ini membawa kita pada kisah yang signifikan mengenai perjalanan iman raja-raja dan bangsa, yang diwarnai oleh masa kegelapan dan kemudian pemulihan yang gemilang. Kedua bab ini menyajikan pelajaran berharga tentang ketaatan, pemberontakan, dan konsekuensi yang menyertainya, serta pentingnya kembali kepada Tuhan.

Pasal 24 dari 2 Tawarikh menceritakan tentang masa pemerintahan Raja Yoas. Pada awal pemerintahannya, Yoas menunjukkan kesalehan yang luar biasa di bawah bimbingan imam Yoyada. Di bawah arahan mereka, Bait Allah diperbaiki dan diperlengkapi kembali dengan harta yang dikumpulkan dari umat. Ini adalah momen kebangkitan spiritual yang menyentuh hati, di mana ibadah kepada Tuhan kembali ditegakkan setelah masa-masa kelalaian. Namun, kesetiaan Yoas tidak berlangsung selamanya. Setelah kematian Yoyada, para pemimpin Yehuda mulai menyembah berhala dan meninggalkan Tuhan. Akibatnya, Tuhan mengutus nabi-nabi untuk mengingatkan mereka, tetapi peringatan itu diabaikan. Puncaknya adalah ketika Raja Yoas sendiri, yang dulu setia, justru mengabaikan peringatan Tuhan dan bahkan memerintahkan pembunuhan Zakharia, anak Yoyada, yang berseru menentang mereka. Peristiwa tragis ini menjadi titik balik yang membawa murka Tuhan atas Yehuda. Meskipun Yoas pernah melakukan hal yang baik, ketidaktaatannya yang terakhir mendatangkan hukuman ilahi, di mana tentara Aram menyerbu Yehuda, melukai Yoas parah, dan merampas kekayaan negeri.

Beralih ke pasal 25, kita menemukan kisah Raja Amazia. Awal pemerintahannya tampak menjanjikan. Ia berhasil mengalahkan Edom dalam pertempuran, menunjukkan keberanian dan kekuatan yang dipimpin oleh Tuhan. Amazia juga berusaha untuk memulihkan ibadah yang benar di Yehuda, bahkan mencoba mengoreksi penggunaan berhala yang telah diadopsi oleh orang-orangnya. Namun, di sinilah titik kritisnya. Terlalu percaya diri dengan kemenangan militernya, Amazia menantang Raja Yoas dari Israel, sebuah tindakan yang sebenarnya ditentang oleh Tuhan. Permintaan ini ditolak, dan akibatnya adalah kehancuran lebih lanjut. Amazia, yang seharusnya bergantung pada kekuatan ilahi, malah menjadi sombong dan menginginkan kejayaan duniawi. Konsekuensinya adalah kekalahan telak dari Israel, di mana tembok Yerusalem dibobol, harta Bait Allah dan istana dirampas, serta banyak orang ditawan. Kisah Amazia adalah pengingat yang kuat bahwa meskipun seseorang mungkin memulai dengan benar dan mencapai kemenangan, kesombongan dan ketidaktaatan dapat dengan cepat merusak segalanya dan membawa kehancuran.

Kedua pasal ini secara kolektif memberikan gambaran yang jelas tentang siklus iman dan ketidaktaatan di Yehuda. Mereka menunjukkan bahwa kemakmuran dan perlindungan Tuhan erat kaitannya dengan kesetiaan umat-Nya. Ketika mereka berpaling kepada Tuhan, mereka diberkati. Namun, ketika mereka jatuh ke dalam penyembahan berhala, kesombongan, dan pengabaian terhadap firman-Nya, hukuman dan kehancuran datang. Pesan yang disampaikan sangat relevan hingga kini: pentingnya menjaga kesalehan, menghormati para nabi dan pemimpin rohani, serta selalu bersandar pada Tuhan dan bukan pada kekuatan sendiri. Pemulihan yang digambarkan dalam periode Yoas dan Amazia, meskipun akhirnya ternoda oleh kesalahan mereka, tetap menjadi bukti bahwa Tuhan selalu membuka jalan bagi pertobatan dan pemulihan, asalkan hati kembali kepada-Nya dengan tulus.