Ayat 2 Tawarikh 24:3 mencatat sebuah momen penting dalam sejarah Kerajaan Yehuda, di mana Raja Yoyakim digambarkan melakukan apa yang benar di mata Tuhan, sejauh yang dilakukan oleh ayahnya, Daud. Pernyataan ini memberikan gambaran yang cukup positif mengenai kepemimpinan Yoyakim, terutama jika dibandingkan dengan raja-raja lain di garis keturunannya yang sering kali tersesat dalam penyembahan berhala dan ketidaktaatan. Ketaatan yang disebutkan di sini bukanlah ketaatan yang sempurna, melainkan ketaatan yang setidaknya meniru jejak langkah ayahnya, yang dikenal sebagai raja yang dekat dengan hati Tuhan meskipun memiliki kekurangan.
Konteks sejarah ini sangat relevan. Yoyakim memerintah pada masa-masa genting ketika Kerajaan Yehuda semakin terdesak oleh kekuatan besar di sekitarnya, terutama Babel. Di tengah ancaman eksternal dan potensi dekadensi internal, kepemimpinan yang berfokus pada prinsip-prinsip kebenaran dan ketaatan kepada Tuhan menjadi sangat vital. Tindakan Yoyakim yang mengikuti teladan Daud menunjukkan adanya upaya untuk mengembalikan integritas rohani bangsa. Ini bisa berarti mendorong ibadah yang benar, menegakkan hukum Tuhan, dan menjaga kemurnian ajaran agama.
Ketaatan yang diukur dengan standar Daud memberikan perspektif yang menarik. Daud, meskipun seorang pejuang dan raja yang kuat, juga dikenal sebagai pemazmur yang penuh kerinduan kepada Tuhan, seorang pengikut setia hukum-hukum-Nya. Dengan demikian, Yoyakim diindikasikan berusaha mengarahkan kerajaannya pada jalan yang sama, sebuah jalan yang menghargai hubungan spiritual dengan Pencipta. Upaya ini kemungkinan besar mencakup pemeliharaan Bait Suci, penegakan keadilan, dan pencegahan praktik-praktik yang menjauhkan rakyat dari Tuhan.
Penggambaran ini menggarisbawahi pentingnya memiliki teladan yang baik dalam kepemimpinan. Daud menjadi tolok ukur kebaikan dan kesalehan, dan upaya Yoyakim untuk mencapainya menunjukkan bahwa walaupun tidak sempurna, usaha untuk meniru keteladanan yang saleh adalah tindakan yang terpuji di hadapan Tuhan. Momen ini bisa jadi merupakan awal dari periode kebangunan rohani di Yehuda, di mana raja dan rakyatnya bersama-sama berusaha untuk memperbarui komitmen mereka kepada Tuhan. Kebangunan rohani semacam ini sering kali dimulai dari inisiatif seorang pemimpin yang memiliki visi untuk mengembalikan bangsanya kepada jalur yang benar, terlepas dari tantangan dan godaan zaman.
Meskipun catatan sejarah selanjutnya mungkin akan mengungkap lebih banyak detail tentang masa pemerintahan Yoyakim, ayat 2 Tawarikh 24:3 menyajikan sebuah gambaran awal yang penuh harapan. Ia menunjukkan bahwa di dalam sejarah bangsa Israel, selalu ada panggilan untuk kembali kepada kesetiaan dan ketaatan yang mendalam kepada Tuhan, sebuah panggilan yang, pada masa pemerintahan Yoyakim, tampaknya mulai dijawab dengan tindakan yang berakar pada teladan pemimpin saleh sebelumnya.