"Dan mengenai pemakaman Amazia, mereka membaringkannya bersama nenek moyangnya di kota Daud. Dan Azarya, anaknya, menjadi raja menggantikannya."
Representasi simbolis dari penerus takhta dan kesinambungan
Ayat penutup dari pasal 25 kitab 2 Tawarikh ini mencatat akhir masa pemerintahan dan kehidupan Raja Amazia dari Yehuda. Kisah Amazia adalah narasi tentang kemajuan awal yang dijanjikan, diikuti oleh kejatuhan yang menyedihkan, yang berpuncak pada akhir hidupnya yang tragis dan penggantian takhta oleh putranya.
Amazia naik takhta di Yerusalem ketika ia berusia dua puluh lima tahun, dan memerintah selama dua puluh sembilan tahun. Masa pemerintahannya ditandai dengan beberapa keputusan penting. Awalnya, ia menunjukkan ketaatan kepada Tuhan dengan menyingkirkan para penyembah berhala dan dewa-dewa asing yang telah merusak ibadah di Yehuda. Tindakan ini patut dipuji dan menunjukkan niat baiknya untuk memulihkan kesetiaan kepada Allah Israel.
Salah satu prestasi militer terbesarnya adalah kemenangan melawan Edom. Ia mengumpulkan pasukan dari Yehuda dan Benyamin, dan dalam pertempuran di Lembah Garam, ia berhasil mengalahkan pasukan Edom. Ia bahkan menaklukkan kota Sela dan mengganti namanya menjadi Yoctel, menunjukkan dominasi yang kuat. Namun, keberhasilan ini tampaknya menumbuhkan keangkuhan dalam dirinya. Ia membiarkan dirinya terpukau oleh kekuatannya sendiri, yang kemudian mengarah pada keputusannya yang gegabah.
Setelah kemenangannya atas Edom, Amazia menantang Raja Yoas dari Israel untuk berperang. Padahal, ia telah menyewa seratus ribu tentara bayaran dari Israel sebelumnya dan kemudian memecat mereka karena nasihat seorang nabi. Sang raja Israel memperingatkannya, tetapi Amazia bersikeras. Hasilnya adalah bencana bagi Yehuda. Pasukan Israel dengan mudah mengalahkan pasukan Yehuda, dan Yoas bahkan menerobos tembok Yerusalem, menjarah harta benda Bait Allah dan istana kerajaan. Peristiwa ini menjadi pukulan telak bagi martabat dan keamanan Yehuda.
Kisah Amazia menunjukkan bagaimana kesuksesan yang tidak disertai kerendahan hati dan ketaatan yang teguh bisa berujung pada kehancuran. Keangkuhan yang timbul dari kemenangan militer pertama mendorongnya untuk berperang melawan Israel, yang akhirnya membawanya pada kekalahan memalukan. Pengaruh buruk dari hal ini terus berlanjut, bahkan setelah kematiannya, karena ia kemudian dikhianati dan dibunuh oleh para peranzat di Lakhis.
Ayat 2 Tawarikh 25:28 mengakhiri riwayat hidupnya dengan menyatakan bahwa ia "dipakai bersama nenek moyangnya di kota Daud." Ini adalah ungkapan umum yang menandakan kematian seorang raja dan pemakamannya di pekuburan kerajaan. Yang terpenting, ayat ini juga mencatat kelangsungan pemerintahan Israel dengan menyebutkan bahwa putranya, Azarya (yang juga dikenal sebagai Uzia), naik takhta menggantikannya. Azarya kemudian akan menjadi salah satu raja yang paling lama memerintah dan signifikan dalam sejarah Yehuda, menandai transisi penting setelah masa pemerintahan Amazia yang penuh gejolak.
Kisah Amazia, sebagaimana dicatat dalam 2 Tawarikh 25:28, menjadi pengingat abadi tentang pentingnya kebijaksanaan, kerendahan hati, dan ketaatan yang konsisten kepada Tuhan, bahkan di tengah-tengah keberhasilan duniawi. Penggantian takhta oleh putranya, Azarya, menegaskan siklus kepemimpinan dan bagaimana keputusan para pemimpin dapat membawa dampak jangka panjang bagi bangsa mereka.