"Dan orang-orang yang disebut namanya dari antara orang Israel diambil, dan seluruhnya dipakaikan pakaian, dan diberikan kasut, dan makanan, dan minuman, dan minyak, dan kepada setiap orang itu diambil dua kudanya, lalu dibawa mereka ke Yerusalem, ke rumah TUHAN."
Ayat 2 Tawarikh 28:15 ini datang dari sebuah narasi yang cukup kelam dalam sejarah Israel, yaitu masa pemerintahan Raja Pekah dari Israel dan Raja Ahaz dari Yehuda. Dalam periode ini, interaksi antar kerajaan sering kali diwarnai konflik dan penindasan. Ayat ini secara spesifik menceritakan tentang bagaimana para pahlawan dari kota Efraim, yang telah ditawan oleh pasukan Raja Pekah bersama dengan rakyat Yehuda, diperlakukan.
Meskipun konteks sebelumnya menggambarkan kekalahan dan penawanan, ayat 15 ini justru membawa sebuah elemen kejutan dan kebaikan yang tidak terduga. Alih-alih memperlakukan tawanan dengan kejam, Raja Pekah, bersama dengan Oded, seorang nabi, dan para pemimpin Yehuda, memutuskan untuk memberikan perlakuan yang sangat berbeda. Mereka tidak hanya membebaskan para tawanan, tetapi juga menyediakan segala kebutuhan mereka: pakaian, alas kaki, makanan, minuman, dan bahkan minyak untuk perawatan.
Lebih dari itu, mereka juga memberikan dua ekor kuda kepada setiap orang yang disebutkan namanya, sebelum akhirnya mengantar mereka kembali ke Yerusalem, ke rumah TUHAN. Tindakan ini, di tengah perang dan permusuhan, menunjukkan adanya sebuah pergeseran moral dan spiritual yang signifikan.
Ayat ini menjadi salah satu bukti kuat bahwa kebaikan dan pertobatan dapat muncul di saat-saat yang paling tidak terduga. Para pemimpin Israel Utara, yang saat itu berperang melawan Yehuda, tampaknya tersentuh oleh kondisi saudara mereka yang tertawan. Tindakan mereka bukanlah sekadar strategi politik, melainkan sebuah demonstrasi kasih dan pemulihan yang didasari oleh kesadaran akan hubungan persaudaraan dan mungkin juga panggilan ilahi.
Nabi Oded memainkan peran krusial dalam kejadian ini, menginspirasi para pemimpin untuk bertindak dengan belas kasih. Ayat ini mengajarkan kita bahwa nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas tetap relevan, bahkan di tengah konflik. Perlakuan terhadap tawanan mencerminkan hati nurani dan prinsip-prinsip keadilan yang seharusnya dijunjung tinggi.
Keputusan untuk mengembalikan mereka ke Yerusalem, ke "rumah TUHAN", menunjukkan pengakuan atas identitas keagamaan bersama dan keinginan untuk memulihkan hubungan yang terputus. Ini adalah pesan yang kuat tentang bagaimana pertobatan, sekecil apapun, dapat memicu tindakan kebaikan yang berdampak luas.
Di era modern ini, pesan dari 2 Tawarikh 28:15 tetap relevan. Terlepas dari latar belakang, suku, atau keyakinan, kita dipanggil untuk menunjukkan kasih, belas kasih, dan pemulihan. Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak hanya berfokus pada konflik atau perbedaan, tetapi juga pada kesamaan yang mengikat kita sebagai manusia.
Ketika kita dihadapkan pada situasi yang penuh dengan ketegangan atau perselisihan, marilah kita merenungkan tindakan para pemimpin Israel Utara. Adakah kesempatan untuk menunjukkan kebaikan yang tidak terduga? Adakah cara untuk memulihkan hubungan dan menunjukkan belas kasih, bahkan kepada mereka yang mungkin berbeda pandangan dengan kita?
Perlakuan terhadap sesama, terutama kepada mereka yang rentan atau tertindas, adalah cerminan dari nilai-nilai kita. Ayat ini menginspirasi kita untuk menjadi agen perubahan yang membawa pesan kasih dan pemulihan, sehingga kehidupan dapat menjadi lebih baik bagi semua orang. Tindakan sederhana seperti menyediakan bantuan, menunjukkan pengertian, atau memberikan kesempatan kedua dapat menjadi permulaan dari perubahan yang besar, sama seperti apa yang terjadi di Yerusalem.