Kisah dalam 2 Tawarikh pasal 28 menggambarkan masa-masa yang sangat sulit bagi Kerajaan Yehuda di bawah pemerintahan raja Ahaz. Situasi yang dihadapi sungguh genting, dengan ancaman invasi dari koalisi Aram dan Israel utara. Dalam keadaan terdesak inilah, raja Ahaz membuat sebuah keputusan yang dicatat dalam ayat 16: ia mengirim utusan kepada raja Asyur untuk memohon bantuan.
Ayat ini, meski terkesan singkat, menyimpan makna mendalam tentang bagaimana manusia kerap kali mencari solusi pada sumber yang salah ketika menghadapi kesulitan. Raja Ahaz, alih-alih berbalik kepada Tuhan yang adalah sumber pertolongan sejati, memilih untuk mencari dukungan dari kekuatan duniawi yang besar. Keputusan ini tentu bukan tanpa alasan. Ia melihat Asyur sebagai kekuatan militer dominan pada zamannya, yang mampu memberikan perlindungan dari musuh-musuhnya.
Namun, sejarah mencatat bahwa pertolongan dari Asyur bukanlah solusi yang menyelamatkan. Sebaliknya, ketergantungan pada bangsa Asyur justru membawa malapetaka yang lebih besar bagi Yehuda. Raja Asyur memang datang, namun kedatangannya membawa penjarahan dan penindasan yang lebih parah. Ini adalah gambaran klasik tentang bagaimana mencari pertolongan pada kekuatan yang salah dapat memperburuk keadaan.
Renungan dari 2 Tawarikh 28:16 mengundang kita untuk merefleksikan di mana kita mencari pertolongan saat menghadapi masalah. Apakah kita segera mencari Tuhan melalui doa dan penyerahan diri, atau kita cenderung mengandalkan kemampuan diri sendiri, saran orang lain, atau bahkan "kekuatan" duniawi lainnya yang pada akhirnya tidak dapat memberikan solusi permanen? Seringkali, dalam kepanikan dan ketakutan, kita tergoda untuk mengambil jalan pintas yang tampak mudah, namun berujung pada konsekuensi yang lebih pahit.
Kebenaran ilahi mengajarkan bahwa sumber kekuatan dan pertolongan kita yang sesungguhnya adalah Tuhan. Kitab Suci penuh dengan janji-janji bahwa Tuhan akan menolong mereka yang berseru kepada-Nya. Mazmur 91:15 menyatakan, "Kalau ia berseru kepada-Ku, Aku akan menjawab, Aku akan menyertai dia dalam kesesakan, Aku akan meluputkan dia dan memuliakannya." Perjanjian ini tetap berlaku hingga kini.
Dalam konteks kehidupan modern, mencari pertolongan dari raja Asyur bisa diibaratkan ketika seseorang menghadapi kesulitan finansial lalu mengandalkan utang berbunga tinggi tanpa memohon hikmat Tuhan untuk mengelola keuangannya, atau ketika menghadapi masalah kesehatan lalu hanya mengandalkan pengobatan tanpa berdoa memohon kesembuhan ilahi. Pilihan-pilihan ini mungkin memberikan kelegaan sementara, tetapi fondasi yang diletakkan tidak kokoh.
Oleh karena itu, 2 Tawarikh 28:16 menjadi pengingat penting untuk selalu mengarahkan pandangan dan hati kita kepada Tuhan. Dalam setiap kesesakan, Dia adalah tempat perlindungan dan kekuatan kita yang tak tergoyahkan. Percayalah pada-Nya, dan Dia akan menolong, memulihkan, dan menunjukkan jalan keluar yang terbaik, bahkan ketika solusi yang ditawarkan oleh dunia tampak tak mungkin. Biarlah ayat ini mendorong kita untuk menjadikan Tuhan sebagai tujuan utama dalam setiap pencarian solusi kita.