Gambar ilustrasi: Konsep visual Bait Allah yang dipulihkan, bersinar terang.
Firman Tuhan dalam 2 Tawarikh 29:10, yang diucapkan oleh Raja Hizkia kepada para imam dan orang Lewi, merupakan sebuah seruan yang kuat dan mendesak. Ayat ini bukanlah sekadar pengingat sejarah, melainkan sebuah panggilan yang relevan bagi setiap zaman, terutama ketika kita menghadapi situasi di mana komitmen spiritual kita mungkin mulai meredup atau perhatian kita teralihkan dari prioritas utama. Hizkia, yang baru saja naik takhta, menemukan Bait Suci Tuhan dalam keadaan terbengkalai dan dipenuhi dengan praktik-praktik yang tidak sesuai. Menghadapi situasi ini, ia tidak tinggal diam. Ia mengumpulkan para pemimpin rohani dan menyampaikan pesan yang membakar semangat.
Inti dari pesan Hizkia adalah penekanan pada tugas mulia yang telah dipercayakan kepada mereka. Kata-kata "kamu telah dipilih TUHAN untuk berdiri di hadapan-Nya untuk melayani Dia" bukanlah hak istimewa yang bisa diabaikan. Ini adalah sebuah panggilan kudus, sebuah pengangkatan untuk tugas yang sangat terhormat. Berdiri di hadapan Tuhan berarti memiliki kedekatan, kesempatan untuk bersekutu, dan kehormatan untuk mewakili umat di hadapan Sang Pencipta. Lebih jauh lagi, melayani Dia adalah puncak dari eksistensi seorang pelayan Tuhan, sebuah pengabdian yang tulus dan tanpa pamrih. Hizkia ingin mengingatkan mereka akan esensi panggilan mereka: untuk beribadah dan mempersembahkan korban. Ini adalah jantung dari keagamaan Israel kuno, cara untuk memelihara hubungan yang benar dengan Allah dan menjaga kesucian perjanjian.
Ayat ini juga menekankan bahaya kelalaian. Frasa "janganlah berlaku lalai" menunjukkan bahwa ada potensi besar bagi umat pilihan untuk jatuh ke dalam sikap acuh tak acuh. Kelalaian dalam hal spiritual bisa terjadi karena berbagai alasan: kesibukan duniawi, godaan penyembahan berhala, atau sekadar kelelahan rohani. Namun, Hizkia dengan tegas mengatakan bahwa kelalaian ini tidak dapat dibenarkan, terutama mengingat status mereka sebagai orang-orang yang telah dipilih. Pilihan Tuhan bukanlah untuk memberikan beban yang tidak mungkin dipikul, melainkan untuk mengangkat mereka ke dalam peran yang memiliki dampak abadi.
Dalam konteks pemulihan Bait Allah yang digambarkan dalam pasal ini, seruan Hizkia memiliki bobot yang sangat besar. Ia mengajak mereka untuk bangkit dari keterpurukan, membersihkan Bait Suci, dan mengembalikan ibadah yang seharusnya. Ini adalah gambaran kuat tentang bagaimana kita dipanggil untuk memulihkan "Bait Suci" dalam kehidupan kita sendiri dan dalam komunitas iman kita. Ketika kita merasa jauh dari Tuhan, ketika doa kita terasa hambar, atau ketika pelayanan kita kehilangan semangat, 2 Tawarikh 29:10 menjadi pengingat yang tajam. Kita adalah orang-orang yang dipilih. Tugas kita adalah melayani, beribadah, dan mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan.
Seruan Hizkia juga relevan dalam menghadapi tantangan-tantangan zaman modern. Di tengah hiruk pikuk informasi, kesibukan yang tak ada habisnya, dan godaan-godaan yang beragam, mudah sekali bagi kita untuk menjadi lalai dalam kehidupan rohani kita. Namun, sebagai orang percaya, kita telah dipilih untuk tujuan yang lebih tinggi. Kita dipanggil untuk berdiri di hadapan Tuhan, untuk melayani Dia dengan segenap hati, dan untuk mempersembahkan kehidupan kita sebagai ibadah yang hidup. Firman ini mengajak kita untuk merefleksikan kembali prioritas kita, membersihkan "Bait Suci" hati kita dari segala sesuatu yang tidak berkenan kepada Tuhan, dan memperbaharui komitmen kita untuk melayani Dia dengan semangat yang baru. Mari kita tidak menjadi lalai, tetapi dengan sukacita menjalankan panggilan mulia yang telah dipercayakan kepada kita.